Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ramalan Jayabaya, Erupsi Semeru dan Analisis Supranatural Permadi

Dikutip dari sebuah sumber, Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada 26 Agustus 1883.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ramalan Jayabaya, Erupsi Semeru dan Analisis Supranatural Permadi
Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Lumajang Thoriqul Haq melihat Jembatan Gladak Perak yang putus akibat aliran awan panas saat erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). TRIBUNNEWS/Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Entah siapa yang mulai menafsirkan “Jangka” atau Ramalan Jayabaya.

Atau sekadar “uthak-athik-gathuk”, ilmu “cocoklogi” atau mencocok-cocokkan Ramalan Jayabaya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian?

Yang jelas, Jangka Jayabaya hingga kini banyak yang meyakini masih bertuah. 

Berdasarkan penafsiran itu, atau ilmu “cocoklogi” itu, beberapa ramalan Jayabaya yang sudah terbukti kebenarannya disebut antara lain "Pulo Jowo kalungan wesi" (Pulau Jawa berkalung besi), yang ditafsirkan sebagai rel kereta api di sepanjang Pulau Jawa yang dibangun sejak zaman Belanda. 

Lalu, "kreta tanpa jaran" (kereta tanpa kuda), yang ditafsirkan sebagai keteta api dan mobil; “prau mlaku ning awang-awang" (kapal berjalan di angkasa), yang ditafsirkan sebagai pesawat terbang; “Pulo Jowo dadi loro" (Pulau Jawa menjadi dua), yang ditafsirkan sebagai terpisahnya Pulau Jawa dan Pulau Sumatera akibat erupsi Gunung Krakatau yang terjadi pada 26 Agustus 1883; dan yang paling populer adalah Nusantara akan dipimpin oleh nama-nama yang inisialnya "No To No Go Ro".

“No” ditafsirkan sebagai Presiden I RI, Soekarno; “To” adalah Presiden II RI, Soeharto; “No” berikutnya adalah Presiden III RI Bacharuddin Jusuf Habibie. Habibie berarti "cinta", dalam bahasa Jawa berarti "tresno", ada “No”-nya. 

Baca juga: Suami Istri Tewas Terjebak di Truk saat Erupsi Gunung Semeru, Bodi Kendaraan Terkubur Lahar Panas

Berita Rekomendasi

“Go” ditafsirkan sebagai Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Presiden IV RI, dan juga “No” dari “Rahman” yang berarti “tresno”.

“Go” juga ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden V RI.  Presiden VI RI, Susilo Bambang Yudhoyono, juga ada “No”-nya.

Bagaimana dengan Presiden VI RI, Joko Widodo?

Konon nama kecil Jokowi adalah Mulyono, jadi ada unsur “No”-nya.

Kini, di antara nama-nama kandidat calon presiden 2024 yang beredar, apakah ada yang mamanya mengandung unsur "No To No Go Ro"?

Berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, ada tiga nama yang paling diunggulkan sebagai capres 2024, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Prabowo Subianto ada unsur “Ro”-nya, yakni P”ra”-bowo.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas