Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mutasi dan Rotasi Jabatan di Kejaksaan untuk Penyegaran Institusi, Bukan Karena Faktor Politis
MUTASI dan rotasi Kejaksaan Agung baru saja dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 18 Februari 2022.
Editor: Hendra Gunawan
Oleh Abdul Rachman Thaha *)
MUTASI dan rotasi Kejaksaan Agung baru saja dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 18 Februari 2022.
Mutasi jabatan itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 54 Tahun 2022 tentang Pemindahan, Pemberhentian, dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan Struktural PNS Kejaksaan Republik Indonesia.
SK itu ditandatangani oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Jumat (18/2/2022). Setidaknya, terdapat 66 pejabat eselon II yang dilakukan mutasi.
Termasuk diantaranya adalah Kajati NTT yang beberapa lalu sempat menjadi pembicaraan publik terkait dengan pernyataan anggota Komisi III DPR RI.
Baca juga: Jaksa Agung Mutasi Puluhan Pejabat Eselon II, Kapuspenkum hingga Sejumlah Kajati, Berikut Daftarnya
Menurut saya, rotasi yang dilakukan Kejaksaan Agung memang semata-mata untuk penyegaran institusi, dan ini merupakan promosi jabatan ke depan bukannya demosi.
Penyegaran rotasi sangat diperlukan dalam suatu kelembagaan sehingga kedepan kelembagaan itu berjalan sebagai mana mestinya dan pengkaderan insan Jaksa institusi kelembagaan berjalan secara baik.
Jadi jangan karena rotasi jabatan juga langsung dikaitkan dengan isu-isu yang tidak benar, apalagi ranahnya di giring ke politik, saya anggap itu tidak benar.
Rotasi yang dilakukan oleh Jaksa Agung saya anggap semua penuh pertimbangan yang matang, tidak semata-mata seorang Jaksa Agung lakukan rotasi tanpa suatu syarat yang ada.
Saya pastikan ada itu syarat, karena rotasi melibatkan semua para Jaksa Agung Muda (JAM) dan Wakil Jaksa Agung, bukan karena keinginan seorang Jaksa Agung sendiri.
Baca juga: Polda Metro Jaya Sebut Mutasi 12 Anggota Polsek Metro Setiabudi Terkait Pelanggaran Disiplin
Apalagi menganggap adanya intervensi dari para politisi itu tidak benar.
Persoalan prestasi Kajati NTT seperti apa yang di ungkapkan oleh seorang dosen FISIP Undana Kupang, saya melihat bahwa persoalan prestasi juga bukan merupakan salah satu syarat yang harus diutamakan dijadikan sebuah patokan bahwa dirotasi harus naik jabatan.
Tetapi penilaian menurut saya adalah integritas yang perlu di utamakan. Walaupun berprestasi tetapi tidak memiliki integritas percuma menurut saya.
Hal mengenai penyelamatan keuangan negara itu memang sudah tugas dan tanggung jawab seorang Jaksa dalam hal ini Kajati.
Jadi jangan dikaitkan terus dengan politik, dimana kita ketahui kajati NTT ini beberapa bulan lalu ada perseteruan dengan anggota DPR RI, apalagi Komisi III DPR RI.
Baca juga: Covid-19 Terus Bermutasi, Apakah Alat Tes PCR Masih Akurat untuk Mendeteksi?
Jadi muncullah dugaan bahwa karena adanya tekanan, saya pikir dugaan ini sangat tidak etis juga, kalau hanya alasan politis lantas Jaksa Agung lakukan rotasi terhadap Kajati NTT, justru saya melihat memang persoalan penyegaran institusi.
Apalagi kita selalu mengatakan konotasi hukum itu adalah sebagai Panglima. Setahu saya Panglima itu hanya Panglima TNI, tidak ada panglima hukum, dan perlu kita ketahui hukum merupakan produk dari pada politik.
*) Abdul Rachman Thaha adalah anggota DPD RI