Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Homestay Luar Negeri Dan Pendidikan Optimisme Pesantren
kegiatan apa yang dapat membesarkan hati para santri agar motivasinya untuk sukses di dunia dan akhirat menguat?
Editor: Husein Sanusi
Jadi, meski secara pelaksanaan dibedakan dengan home stay perorangan, tetapi tujuan dari pendidikan home stay menjadi perhatian utama.
Home stay sebetulnya adalah bagian dari agenda pendidikan yang tujuannya antara lain untuk saling mengenal kelebihan dan keunikan, sebagaimana al-Qur’an telah menjelaskan dalam Surah Al-Hujurat 13: “Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Hasil riset internasional menemukan fakta bahwa orang yang pernah tinggal di beberapa tempat ternyata jauh lebih kreatif dan lebih optimis dalam menghadapi hidup. Rasionalisasinya sederhana saja. Karena mereka lebih kaya pengalaman dan pengetahuan. Mereka lebih banyak melihat bagaimana orang lain di berbagai tempat berjuang hidup. Itulah rahasia kenapa kita diperintahkan untuk safar (melakukan perjalanan).
Di zaman Rasulullah SAW, hal itu terjadi pada sahabat Salman Al-Farisi. Dari ide Salman Al-Farisi inilah Allah mengajarkan temuan kreatif kepada umat Islam di Madinah mengenai bagaimana menghadapi ancaman serangan besar dari pasukan gabungan musyrikin Makkah dan kafir Quraisy.
Salman Al-Farisi menjadi pahlawan dalam perjuangan Islam dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran Khandaq (parit). Ceritanya, ketika Rasulullah SAW mendengar akan ada penyerangan dari Makkah, Rasulullah khawatir akan nasib kaum muslimin.
Maka, Rasulullah segera melakukan musyawarah untuk membahas strategi pertahanan. Salman Al-Farisi mengajukan usulan. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu ketika kami di negeri Persia, apabila kami dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami," usul Salman.
Menabur Optimisme
Selain untuk berlibur, tentu Home Stay Luar Negeri Bina Insan Mulia punya tujuan untuk pendidikan. Merujuk pada ajaran al-Qur’an, hadits Nabi, dan kebutuhan pendidikan, maka tujuan utamanya adalah untuk menabur optimisme hidup di hati para santri.
Optimisme adalah gabungan antara harapan seseorang akan kesuksesannya dan adanya keyakinan yang besar dalam hati bahwa ia sanggup meraih kesuksesaan yang dicita-citakan itu. Optimisme dapat hadir di hati seseorang dari dua jalur yang keduanya bersumber dari pemberian Allah. Di sinilah pendidikan harus berperan sebagai fasilitator.
Pertama, ada optimisme yang muncul dari dalam. Misalnya, seseorang mendapatkan pengalaman sukses atau pembuktian lalu dengan bukti itu semakin kuatlah optimismenya. Tim olahraga yang sudah sukses biasanya semakin kuat optimismenya. Begitu juga seorang guru yang pernah sukses menghantarkan santri-santrinya menang dalam suatu cerdas cermat di bidang tertentu. Pengalaman sukses memang punya power untuk memperkuat optimisme.
Kedua, ada optimisme yang muncul dari rangsangan eksternal, seperti home stay yang dilakukan Pesantren Bina Insan Mulia kepada ribuan para santrinya. Rangsangan ini sangat penting. Dalam berbagai riset pendidikan ditemukan bahwa otak manusia yang diberi banyak rangsangan, punya jalur belajar yang lebih bagus, lebih kuat, dan lebih rapat. Ini berbeda dengan otak yang kurang rangsangan. Jaringannya jarang sehingga kurang kreatif dan kurang responsif.
Apa dampaknya dalam menyikapi hidup? Otak manusia yang banyak rangsangannya akan membuatnya cepat tanggap ketika menghadapi tuntutan lingkungan, lebih kreatif, dan lebih mampu menyerap banyak informasi.
Inilah kenapa lembaga pendidikan perlu merancang berbagai kegiatan yang terukur agar menjadi rangsangan otak (stimulan). Para ulama berpesan bahwa berkah Allah itu pada usaha dan gerakan. Bahkan para santri selalu diwanti-wanti bahwa menganggur tanpa kegiatan itu mematikan hati. Seorang penyair Abu al-Atahiyah mengingatkan, masa muda dan kekosongan adalah sumber kerusakan.
Baik dari pengalaman manusia dan hasil riset di laboratorium, optimisme menjadi modal kesuksesan dalam perjuangan apapun. Sepintar apa pun santri-santri itu dididik, tetapi kalau tidak ada optimisme di hatinya, akan susah mencapai sukses dalam perjuangannya di masyarakat.
Kenapa? Dengan optimisme itu, seseorang akan mendapatkan energi atau kekuatan untuk melangkah. Jenderal Soedirman pernah berpesan, “Meskipun kamu mendapat latihan jasmani yang hebat, tidak akan berguna jika kamu mempunyai sifat menyerah. Kepandaian yang tinggi tidak ada gunanya jika orang itu mempunyai sifat menyerah.”
Tidak mungkin para pahlawan kita sampai total habis-habisan mau perang melawan Belanda tanpa ada rasa optimisme. Pesantren-pesantren di Nusantara ini tentu sudah mati ditelan zaman jika para kyai di zaman dulu tidak memiliki optimisme dalam hati bahwa Allah pasti menolong perjuangannya dan bahwa pesantren sanggup untuk eksis di bumi Nusantara ini.