Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Homestay Luar Negeri Dan Pendidikan Optimisme Pesantren
kegiatan apa yang dapat membesarkan hati para santri agar motivasinya untuk sukses di dunia dan akhirat menguat?
Editor: Husein Sanusi
Dalam bahasa sehari-hari, optimisme memang kerap dipahami sebagai harapan yang positif. Tapi kita perlu kita ingat jangan sampai menyamakan antara harapan dan angan-angan kosong. Imam Ghazali membedakan antara harapan yang positif itu dengan angan-angan dan kebodohan.
Menurut Imam Ghazali, kalau seseorang punya benih, lalu benih itu ditanam di tanah yang cocok (apalagi subur), lalu diairi, dan dirawat agar terhindar dari hama, maka menunggu panen dalam proses tersebut disebut harapan. Inilah posisi optimisme yang benar.
Kalau orang punya benih, lalu ditaburkan di tanah yang tidak cocok dengan benih itu (apalagi tanah yang tandus), lalu setelah itu diam (maksudnya tidak dirawat), maka menunggu panen bukanlah sebuah harapan, tetapi itu tipuan kebodohan.
Selanjutnya, kalau orang itu punya benih, kemudian benih itu ditabur di tanah yang cocok, tapi perawatannya menunggu air hujan atau tergantung keadaan, maka menunggu panen dari kejadian itu disebut angan-angan.
Dengan Home Stay Luar Negeri para santri akan belajar untuk menaruh harapan secara lebih benar karena dapat melihat kenyataan. Program ini juga suatu saat nanti akan menjadi referensi penting bagi mereka ketika dihadapkan pada keadaan yang menuntut mereka untuk memunculkan ide kreatif, seperti pada kisah sahabat Salman Al-Farisi.
Optimisme dan Kesuksesan Perjuangan
Luqmanul Hakim adalah orang shaleh yang namanya disebut dalam al-Qur’an sebagai orang bijak dalam pendidikan, khususnya mendidik generasi muda. Kepada anaknya, Luqmanul Hakim pernah berpesan, “Wahai anakku, suatu perjuangan itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan keyakinan. Orang yang lemah keyakinannya, lemah pula perjuangannya. Wahai anakku… jika datang kepadamu keraguan dan ketidakjelasan, maka segera kalahkan dengan keyakinan dan ketegasan. . “
Dalam bahasa yang sekarang, bisa kita katakan bahwa Luqmanul Hakim menempatkan optimisme dalam posisi yang sangat sentral dengan perjuangan. Praktik sudah membuktikan bahwa begitu seseorang pesimis, maka lemahlah daya juangnya.
Pengetahuan demikian tentu sudah dimiliki oleh kaum muda. Cuma yang menjadi masalah adalah bagaimana supaya pengetahuan tersebut menjelma menjadi keyakinan? Di sinilah dibutuhkan kegiatan pendidikan semacam home stay ini.
Dari kajian para ahli di bidang pengembangan diri, sebuah perjuangan itu membutuhkan optimisme karena beberapa alasan yang mendasar, antara lain:
Pertama, optimisme memberikan energi positif (dorongan). Begitu seseorang tidak lagi punya harapan yang kuat terhadap kesuksesannya, dipastikan dorongan/energinya kecil bahkan bisa menguap. Padahal semua orang tahu bahwa energi atau dorongan ini menjadi kesuksesan di bidang apapun. Para santri sudah memahami ini. Man jadda wajada. Man shobaro dhofiro. Dan seterusnya.
Kedua, perlawanan. Optimisme menghasilkan perlawanan yang bagus terhadap masalah, kesulitan, problem, atau kekurangan saat kita sedang memperjuangkan kesuksesan. Saya mengalami langsung dengan proses pembangunan Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan 2. Berbagai masalah datang.
Dari mulai kekurangan dana, sulitnya mendapatkan bahan yang saya mau, sulitnya proses pengerjaan, penyesuaian target waktu dan kualitas hasil, dan macam-macam. Tapi saya optimis bahwa Allah pasti menolong, bahwa kita pasti diberi ide, dan bahwa keberhasilan pasti bisa kita wujudkan telah memberikan perlawanan yang bagus terhadap semua masalah itu sehingga al-hamdulillah selesai.
Ketiga, sistem pendukung. Harapan optimisme juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Kalau kita menginginkan keberhasilan, lalu kita berpikir berhasil, punya kemauan untuk berhasil, punya sikap yang dibutuhkan untuk berhasil dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk keberhasilan itu, maka kita telah memiliki sistem di batin yang mendukung.
Doa yang kita panjatkan pun mendukung sehingga hati kita tidak lalai. Rasulullah SAW mengingatkan, “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”