Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membumikan Tradisi Tirakat Di Pesantren, dan Mengembalikan Tradisi Kewalian
Ada banyak kegiatan spiritual diajarkan di malam hari khususnya di hari Jum'at Seperti tahlil.
Editor: Husein Sanusi
Membumikan Tradisi Tirakat Di Pesantren, dan Mengembalikan Tradisi Kewalian
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.
TRIBUNNEWS.COM - Kegiatan Pesantren Bina Insan Mulia dimulai dari sebelum Subuh. Pada rentang waktu 45 menit sampai 30 menit menjelang Subuh, para santri sudah bangun menuju ke masjid. Banyak yang melakukan shalat Tahajud dan shalat sunnah Qobliyah.
Lalu dilanjutkan dengan membaca al-Qur’an. Baik itu untuk pendalaman hafalan maupun untuk perbaikan bacaan dan kelancaran. Setelah Subuh masuk Kelas Program, setelah itu bersiap-siap sarapan, olahraga, dan berbagai kegiatan pagi sebelum masuk kelas sekolah.
Beberapa jam kemudian, saat istirahat pertama, para santri ramai-ramai melakukan shalat Dhuha. Wali kelas dan ketua-ketua kelas mengkoordinasi kegiatan tersebut meskipun tidak diwajibkan oleh sekolah. Setelah agenda sekolah, mereka bersiap-siap menuju masjid untuk shalat Dhuhur. Lepas dzuhur makan dan tidur siang.
Sore hari, masing-masing santri punya kegiatan pilihan program belajar yang berbeda-beda sesuai kelas. Lepas itu kegiatan bebas olahraga, ke kantin dan lain-lain. Begitu datang waktu Maghrib, mereka bersiap-siap lagi berkumpul di masjid untuk berjamaah. Membaca al-Qur’an dan Masuk kelas Program, hingga bada Isya. Biasanya Dalam seminggu saya mengisi 3 pengajian untuk semua santri dan civitas tiap bada Isya, dan 2 kali ba'da subuh.
Ada banyak kegiatan spiritual diajarkan di malam hari khususnya di hari Jum'at Seperti tahlil (tiap santri wajib Hafal), marhabanan (wajib lancar melafalkan) dan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Bahkan Bina Insan Mulia menjadi penyelenggara pelaksanaan Jami'iyyah Hizb Hirzul Jausyan sebagai ikhtiyar untuk membangun benteng spiritual.
Untuk santri kelas 10, 11, dan 12, mereka dianjurkan untuk mengiringi amalan Sholawat Dalail dan Tirakat Puasa Dalailul Khairat 3 tahun, Meski tidak diwajibkan, tapi 95% santri Bina Insan Mulia tingkat SLTA ( Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yang lebih dari 1000 santri mengikutinya. Tirakat Dalail adalah puasa yang lazimnya dilakukan tiga tahun.
Santri-santri Bina Insan Mulia mendapatkan ijazah untuk merutinkan (wirid) Shalawat maupun Tirakat Dalail. Ijazah itu saya berikan di semester ke 2 kelas 10. Sehingga santri bisa berpuasa 2,5 tahun selama di pesantren dan sisa 6 bulan dilakukan setelah keluar dari pesantren.
Pesantren Bina Insan Mulia selain melakukan berbagai teroboson untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, juga serius melakukan proteksi atas tradisi penggembelengan rohani para santri.
Penggemblengan rohani di pesantren dilakukan dengan dua acara, yaitu melalui kegiatan amaliyah (riyadhoh atau praktik langsung) dan kegiatan ilmiah (mempelajari kitab atau pengajaran langsung).
Semua itu bertujuan untuk membekali para santri menjadi insan yang terbina dan mulia, sesuai nama Bina Insan Mulia. Inilah yang saya sebut sebagai proses pencelupan rohani dan membumikan tirakat di pesantren, Jika diibaratkan kain, pencelupan adalah proses pewarnaan supaya merata dan permanen pada kain tersebut. Bina Insan Mulia semoga senantiasa menjadi wahana proses pencelupan itu bagi rohani santri.
Selain itu, seluruh kegiatan rohani juga dimaksudkan sebagai benteng spiritual bagi pesantren, santri-santri, guru-guru, civitas dan pengasuh, karena bukan hanya santri, para guru, pembimbing bahkan tukang masak di dapurpun di bina Insan mulia mayoritas ikut tirakat puasa dalail.
Sholawat dan Tirakat Puasa Dalailul Khairat