Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rahasia di Balik Pesantren Berwajah Etnik, Yang Wajib Anda Ketahui
Tidak jarang karya arsitektur tersebut dihasilkan dari upaya-upaya serius untuk menggabungkan aspek Islam.
Editor: Husein Sanusi
Rahasia di Balik Pesantren Berwajah Etnik, Yang Wajib Anda Ketahui
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA
TRIBUNNEWS.COM - Setiap tamu yang datang ke Bina Insan Mulia, langsung disambut oleh bangunan-bangunan berwajah etnik. Mulai dari pagar, asrama santri, kelas, tempat-tempat belajar santri, furnitur, dan ornamen. Bahkan rumah yang saya tempati bersama keluarga juga menggunakan bahan-bahan etnik.
Tidak sedikit benda-benda etnik pedesaan tempo dulu diubah fungsinya di Bina Insan Mulia karena pertimbangan estetika. Misalnya lesung yang dulunya untuk menumbuk padi dijadikan tempat duduk para santri saat belajar. Atau dipakai pajangan di sudut-sudut bangunan. Kandang sapi atau kuda diubah fungsinya menjadi garasi mobil.
Bangunan yang unik tradisional, seperti rumah limasan, rumah joglo, atau rumah gladak, menjadi tempat kegiatan belajar, dan tempat tinggal atau asrama. Ruangan dan kamar-kamar santri sengaja tidak diamplas atau diaci untuk memperkuat aspek naturalnya dan seninya. Di samping itu juga untuk memperkuat paduan antara kayu, batu bata merah, batu alam, dan material lainnya.
Sejak 2015, saya memang terus memburu informasi ke beberapa daerah untuk mendapatkan berbagai material bangunan yang berbasis etnik. Alhamdulillah, saya menemukannya di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Timur danJawa Tengah
Setelah terjadi kesepakatan, materialnya diangkut ke Cirebon. Tentu tidak sembarangan untuk mengangkutnya. Setelah sampai di Cirebon, tidak sembarang tukang juga bisa mengerjakan itu. Tukangnya harus tukang khusus kayu. Demikian juga dengan asistennya.
Kualitas kayunya variatif dengan rata-rata usia puluhan tahun, bahkan ada yang lebih dari 1 abad. Pembangunan pesantren berwajah etnik terus berjalan untuk memenuhi kebutuhan dan kenyamanan santri dan wali santri.
Beberapa bangunan erat kaitannya dengan sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia. Sebagaimana yang kita tahu bahwa penyebaran Islam di Indonesia meninggalkan banyak warisan. Tidak saja sistem hidup seperti yang kita jalankan saat ini, tetapi juga karya arsitektur. Mulai dari rumah, tempat berkumpul, dan tempat ibadah.
Tidak jarang karya arsitektur tersebut dihasilkan dari upaya-upaya serius untuk menggabungkan aspek Islam yang notebene dari luar dengan aspek budaya lokal. Contoh paling nyata adalah masjid Demak yang merupakan masjid tertua di Indonesia.
Corak bangunannya mengusung khas Majapahit yang bersumber dari Hindu Bali. Demikian juga atapnya dan lengkungan di dalamnya. Nampak sekali para wali tidak sekedar membuat bangunan, tetapi beliau-beliau itu berkarya dengan intelektual dan spiritual yang tinggi.
Hingga hari ini, menurut informasi yang saya dapatkan dari kalangan wartawan, Pesantren Bina Insan Mulia menjadi pesantren berwajah etnik terbesar di Indonesia hari ini. Terlepas dari itu, sesungguhnya apa yang saya maksudkan dengan bangunan-bangunan berwajah etnik tersebut memang bukan soal seni semata atau bukan soal pelestarian karya arsitektur semata.
Yang sangat mendasar adalah nilai-nilai pendidikan yang diperjuangkan oleh Pesantren Bina Insan Mulia, yaitu pendidikan budaya. Para santri dididik dengan penanaman pemahaman dan nilai-nilai yang berbasis budaya sehingga dakwah Islamnya menjadi dakwah yang rohmatan lil alamin.
Pesantren dan Pendidikan Budaya