Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pesantren Program Sebagai Terobosan Pembelajaran di Era Disrupsi Digital
pembelajarannya menggunakan sistem program, sehingga orang menyebut Pesantren Bina Insan Mulia sebagai “pesantren program”.
Editor: Husein Sanusi
Dengan pembelajaran berbasis program, maka Pesantren Bina Insan Mulia tidak menjadikan penguasaan kitab sebagai standar pencapaian, tetapi menggunakan topik-topik pilihan sebagai standar. Hal ini sudah menghindarkan santri dari pengulangan yang berkali-kali.
Selain menghadirkan konstruksi baru dari materi, pembelajaran berbasis program juga menghadirkan metode baru dan sajian baru. Di antaranya adalah menyajikan pembahasan pada kasus-kasus mutakhir. Di samping itu, pembelajarannya pun kerap menggunakan moving class (berpindah-pindah).
Setelah saya menelaah sejumlah hasil riset internasional, saya menemukan penguat bahwa pembelajaran berbasis program lebih berdampak positif bagi otak anak. Sejumlah riset ilmiah mengungkap bahwa otak manusia akan meningkat kinerjanya ketika dikasih sasaran yang jelas, terukur, dan menantang.
Selain itu, otak manusia juga akan semakin bagus kinerjanya ketika digunakan untuk memfokus. Itulah kenapa multitasking (melakukan banyak hal dalam satu waktu), ditemukan melalui hasil riset justru tidak produktif (verywellmind.com, how multitasking affects productivity and brain health: 2021).
Tak hanya sampai di situ. Dengan disrupsi digital yang menawarkan keberlimpahan sumber belajar, pembelajaran berbasis program akan memberikan pengalaman belajar yang sangat bagus bagi santri setelah menjadi alumni nanti dan lebih memenuhi kebutuhan belajar di era disrupsi teknologi ini.
Bagaimana Kualitas Penguasaan?
Tidak sedikit yang bertanya ke saya soal kualitas kadar penguasaan materi. Dulu, untuk mendalami mata pelajaran nahwu shorof saja, butuh waktu bertahun-tahun dengan target harus mengkhotamkan sekian kitab.
Pertanyaannya, bagaimana dengan pembelajaran berbasis program yang waktunya lebih cepat, tidak perlu menyelesaikan ber-kitab-kitab, dan menghindari pengulangan materi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, memang butuh penjelasan yang lebih komprehensif, terutama jika dikaitkan dari aspek kemanfaatan ilmu. Kenapa aspek kemanfaatan ini menjadi pertimbangan penting, karena bukankah ini perintah agama dan perintah ilmu, dan perintah akal sehat?
Rasulullah SAW sampai mengajarkan sebuah doa: "Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima," (HR. Ibnu Majah).
Bahkan di tempat lain, Rasulullah SAW memohon perlindungan khusus dari ilmu yang tidak bermanfaat. “Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar,” (HR. Abu Dawud).
Artinya, kita tidak sekedar disuruh mencari ilmu. Yang lebih disuruh lagi adalah menemukan ilmu yang bermanfaat. Apa yang penting dilakukan para santri agar ilmunya bermanfaat besar? Idealnya, mereka perlu memiliki dua macam ilmu, yaitu: a) ilmu-ilmu dasar (kompetensi inti seorang santri), dan b) ilmu-ilmu pengembangan (kompetensi peranan atau spesialisasi).
Ilmu dasar harus dimiliki oleh semua santri, seperti tahsin, tajwid, figh ibadah, akidah dasar, akhlak dasar, nahwu dan shorof dasar, bahasa khutbah, memimpin, dan semacamnya. Artinya, di bidang apapun seorang santri nanti menjalani profesi atau peranan hidup, setidak-tidaknya mereka bisa menggunakan ilmu dasar tersebut dalam hidupnya.
Bagaimana dengan ilmu pengembangan? Ilmu ini perlu dimiliki untuk mendukung spesialisasi peranan, pekerjaan, atau profesi yang digeluti seseorang. Dan sebelum seseorang terjun mempelajarinya, sangat disarankan untuk memahami panggilan hatinya lebih dulu, terutama terkait dengan minat dan bakatnya.
Karena itu, sebagai bantuan para santri, Pesantren Bina Insan Mulia selalu memberikan layanan tes bakat minat di ujian seleksi masuk. Tes ini bukan untuk memberikan “takdir” atas nasib si santri, tetapi lebih merupakan bantuan untuk menerjemahkan petunjuk Allah atas berbagai potensi unggul yang dimiliki.
Misalnya, bagi yang ingin menjadi ulama di masyarakat, mereka bisa melanjutkan ke Universitas Al-Azhar, ke pesantren lain yang lebih khusus, atau kampus UIN di Indonesia sesuai dengan minat dan bakatnya.
Kasus yang kerap terjadi adalah seseorang mendalami berbagai ilmu di pesantren dalam waktu yang lama, tetapi tidak memiliki gambaran mengenai peranan yang akan dimainkan di masyarakat dengan ilmunya. Akhirnya, ilmu yang dicari dengan jiwa, raga, dan biaya itu manfaatnya kecil.
Pembelajaran berbasis program membekali santri dengan llmu-ilmu inti bagi santri dan memberikan landasan untuk melakukan pengembangan sesuai minat, bakat, peranan, atau profesi yang akan dipilihnya di masyarakat.
Untuk kelanjutannya, mereka bisa memilih jurusan kuliah yang sesuai atau melakukan pembelajaran mandiri (otodidak). Di era disrupsi digital saat ini, setiap orang diberi kesempatan untuk belajar materi apa saja, dengan sumber yang berlimpah, dan itu terbuka selama 24 jam.
Tugas utama pesantren adalah menyalakan api pembelajaran dari dada para santri supaya mereka terus belajar dari ayunan sampai ke pintu kuburan (minal mahdi ilal lahdi). Jadi, kami memahami kualitas penguasaan materi adalah proses yang berkelanjutan (sustainable process) dan menempatkan aspek manfaat sebagai bahan pertimbangan yang paling inti.
Pembelajaran Di Era Disrupsi Digital
Saya sudah singgung di muka soal perubahan yang terjadi di era disrupsi digital dan dampaknya bagi dakwah secara umum. Intinya, karena terjadi ledakan disrupsi digital maka terjadilah otomatisasi di berbagai bidang dan internet of thing (ioi), termasuk di dakwah.
Komunikasi kita saat ini dengan orang lain di dunia terjadi seketika (otomatis). Tidak hanya suaranya, tetapi juga gambarnya. Kirim duit ke orang lain sekarang ini bisa langsung dilakukan dari kamar atau meja makan.
Materi pelajaran apa saja dapat kita temukan langsung dimanapun kita berada dan kapanpun. Ini karena segala sesuatu sudah di-internetisasi atau serba internet. Tentu perubahan sedahsyat ini berdampak pada tren, model, dan metode yang cocok.
Saya melihat bukti-bukti yang kuat bahwa pembelajaran berbasis program (pesantren program) sangat relevan dengan kebutuhan pembelajaran para generasi internet (net generation) yang tak lain adalah para santri.
Karena setiap orang dapat menemukan sumber belajar yang berlimpah dari mana saja, maka tren pembelajaran saat ini dan ke depan adalah personalized learning atau pembelajaran berbasis kekhususan personal atau ilmul hal (keadaan).
Di sisi lain, setiap orang juga dituntut untuk menemukan hubungan yang produktiif (manfaat) antara materi yang dipelajari dengan hasil yang akan didapat sehingga pembelajaran menjadi bermanfaat (effective learning).
Pembelajaran di era disrupsi digital juga menuntut seseorang untuk menyeleksi materi, berpikir prioritas, dan fokus. Ini karena pilihannya terlalu banyak. Tak hanya itu, jika dulu seseorang mencari materi, kini berubah keadaannya. Setiap orang kini disuguhi informasi dan pengetahuan tak terbatas.
Karena itu, semua lembaga pendidikan di dunia hari ini punya tantangan yang sama, yaitu bagaimana menghantarkan murid-muridnya menjadi sopir (driver) bagi kegiatan pembelajarannya.
Lalu, bagaimana peranan pesantren? Justru pesantren, kiai, dan para ustadz berperan sangat menentukan di sini? Kenapa? Disrupsi digital lebih banyak berdampak negatif jika diserap oleh orang yang belum dewasa secara mental, intelektual, emosional, dan spiritual. Sebaliknya, disrupsi digital memberikan layanan yang berlimpah bagi orang dewasa.
Layanan pendidikan pesantren memang lebih banyak dikhususkan untuk pembekalan anak-anak, remaja, dan dewasa awal. Artinya, keberadaan pesantren justru semakin dibutuhkan jika kita mampu menangkap kebutuhan ini.
Pesantren berperan memberikan landasan moral dan cita-cita hidup, sedangkan sistem belajar yang ada di dalamnya melatih santri untuk belajar secara mandiri, memfokus, dan selektif. Dengan sistem pesantren program, berarti santri lebih banyak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kecerdasan otaknya dan hatinya melalui berbagai kegiatan pendidikan.
*) Penulis adalah pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.