Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Resensi Buku: Dialektika Digital atau Imperialisme?
Di satu sisi teknologi digital membebaskan manusia, tapi di sisi lain revolusi digital membuat manusia berada dalam penguasaan teknologi.
Editor: Hasanudin Aco
Judul Buku: Dialektika Digital, Kolaborasi dan Kompetisi Antara Media Massa dan Platform Digital
Penulis: Agus Sudibyo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (2022)
Jumlah Halaman: 479 halaman (termasuk indeks)
Sambutan: Johny G. Plate
Pengantar: Sony Subrata
Peresensi: Dhimam Abror Djuraid
TRIBUNNEWS.COM - Buku ini merupakan serial ketiga dari trilogi digital karya Agus Sudibyo; ‘’Jagat Digital, Pembebasan dan Penguasaan (2019), ‘’Tarung Digital, Propaganda Komputasional di Berbagai Negara’’ (2021), dan ‘’Dialektika Digital, Kolaborasi dan Kompetisi Antara Media Massa dan Platform Digital’’ (2022).
Pada buku pertama Gusdib, begitu koleganya memanggil Agus Sudibyo, mengulik kemunculan teknologi digital sebagai pedang bermata dua, atau Dewa Janus yang bermuka dua.
Di satu sisi teknologi digital membebaskan manusia, tapi di sisi lain revolusi digital membuat manusia berada dalam penguasaan teknologi.
Pada sekuel kedua Gusdib memotret pertarungan digital dan persaingan komputasional dalam kehidupan sosial-politik di berbagai negara.
Teknologi digital dan manipulasi komputasional merasuk jauh ke jantung politik internasional dan mempunyai andil dalam kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton pada pemilihan presiden Amerika Serikat 2014.
Manipulasi komputasional juga menjadi salah satu faktor yang membuat pendukung Brexit Inggris menang pada referendum 2016.
Pandemi Covid-19 rupanya menjadi berkah tersendiri bagi Gusdib. Dalam kurun waktu 2 tahun dia berhasil menyelesaikan 3 buku.
Masih ada satu buku Gusdib lagi yang terbit pada 2019 yaitu desertasi doktornya di STIF Driyarkara ‘’Demokrasi dan Kedaruratan, Memahami Filsafat Politik Giorgio Agamben’’.
Menyelesaikan empat buku dalam dua tahun, berarti satu buku dalam setengah tahun, adalah produktifitas yang sangat patut dijempoli.
Buku ketiga ini lebih fokus pada persaingan antara media massa dengan platform digital. Ketekunan Gusdib dalam melakukan riset dan mengumpulkan data-data dari bergabagai negara di Eropa, Australia, dan Amerika membuktikan profesionalisme intelektualnya.
Selama ini, bahkan di level internasional pun, belum banyak penulisan studi platform seperti yang dilakukan Gusdib.
Sony Subrata dalam pengantarnya bahkan menyebut belum ada studi platform di Indonesia seperti yang dilakukan Gusdib.
Buku ini diberi judul dialektika. Sebagai sarjana filsafat Gusdib tentu merujuk pada konsep Hegel mengenai dialektika.