Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ada Persoalan Sistemik Institusional di Balik Perlakuan 'Istimewa' Kasus Brotoseno
Bagaimana polisi bisa diandalkan untuk pemberantasan korupsi kalau ternyata malah "bertoleransi" terhadap perwiranya yang melakukan korupsi.
Editor: Dewi Agustina
Lagi-lagi, kalau mau fair, perlu dicek dulu apakah Wall of Silence juga marak di Polri.
Lebih spesifik, apakah mempertahankan AKBP Brotoseno bisa dianggap sebagai bentuk Wall of Silence oleh institusi Polri.
Tapi pastinya, dari ribuan polisi yang disurvei, kebanyakan mengakui bahwa Wall of Silence berlangsung masif.
Semakin parah, lebih dari separuh menganggap subkultur destruktif itu bukan masalah.
Itu artinya, kembali ke poin pertama: andai personel tersebut melakukan lagi aksi kejahatan kerah putihnya, maka poin kedua: kecil kemungkinan reoffending tersebut akan menjadi kasus hukum.
Terjadilah Wall of Silence. Publik tak akan tahu-menahu.
Memang disayangkan. Kalau Polri konsekuen dengan perkataan Kapolrinya, bahwa--dikutip media--Brotoseno akan dipecat jika divonis di atas dua tahun penjara, maka sahlah korupsi menjadi masalah individu yang bersangkutan.
Tapi begitu perkataan itu tidak Polri tepati, maka jangan pula publik disalahkan ketika kemudian berspekulasi bahwa ada persoalan sistemik institusional di balik perlakuan "istimewa" dalam kasus yang satu ini.
*Penulis pernah menjadi dosen PTIK/STIK, pernah mengikuti studi pengembangan kepolisian di Jepang