Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Merawat Integritas dan Kapasitas Bawaslu Untuk Pemilu 2024
Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) tidak lahir dari ruang kosong. Ia dibentuk atas upaya untuk menciptakan sistem politik demokratis melalui pemilu
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Wahyu Aji
Oleh Aas Satibi
Anggota Bawaslu Kota Tangerang Selatan
TRIBUNNERS - Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) tidak lahir dari ruang kosong. Ia dibentuk atas upaya untuk menciptakan sistem politik demokratis melalui pemilu yang luberjurdil.
Sebagai lembaga yang dihadirkan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu, Bawaslu sangat diharapkan peran dan integritasnya, agar pelaksanaan pemilu dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan berjalan lancar.
Gelaran pemilihan umum, layaknya pertandingan sepak bola. Pelanggaran tidak akan selesai jika dibawa seluruhnya ke pengadilan.
Bawaslu harus diposisikan sebagai wasit yang wajib menjaga independensi dengan meningkatkan kapasitas dalam melakukan pengawasan dan penanganan pelanggaran dengan pendekatan pencegahan.
kompleksitas pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 akan semakin beragam dikarenakan tahapan yang berjalan bersamaan.
Irisan tahapan pemilihan umum dan pemilihan pada tahun 2024 bisa membuat beban berat petugas penyelenggara pemilu yang berpotensi memengaruhi profesionalitas, kredibilitas, dan integritas pemilu. Oleh karenanya, Bawaslu harus dijaga oleh dua hal, yaitu integritas dan kapasitas
Integritas
Hal prinsipil yang harus menjadi pegangan dasar Bawaslu salah satunya adalah integritas.
Kata kunci integritas dalam konteks pemilu adalah menjamin bahwa proses, termasuk aktor penyelenggara pemilu benar-benar berdiri di atas netralitas dan tidak berpihak.
Kekuatan Bawaslu terletak pada aspek profesionalitasnya. Ia harus bekerja lepas dari beban pengaruh kepentingan-kepentingan politik apapun.
Parameter integritas penyelenggara pemilu sebetulnya telah diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu. Hal itu bisa menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara dalam bekerja. Dan muara dari integritas penyelenggara pemilu kemudian dapat melahirkan wibawa kelembagaan, sehingga lembaga menjadi akuntabel.
Tetapi, selain pedoman kode etik, yang tak kalah penting adalah kesadaran politik penyelenggara yang bertekad untuk menjalankan tugas dengan penuh kejujuran dan pengabdian
Bawaslu harus memastikan bahwa setiap anggota memiliki kualitas integritas. Ini juga penting bukan hanya demi kesuksesan penyelenggaran pemilu saja, tetapi juga untuk menjaga kualitas demokrasi dan budaya politik ke depan.
Melalui penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, akan terbangun kepercayaan publik terhadap berbagai lembaga politik. Demikian halnya aspek perilaku politik massa, di mana integritas pemilu dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu (Norris, 2014).
Tantangan Pemilu 2024
Pemilu tahun 2024 akan menjadi pemilu yang penuh tantangan bagi Bawaslu. Pemilu dan Pemilukada yang secara bersamaan dilaksanakan di tahun yang sama, beresiko menimbulkan gesekan politik yang lebih kuat.
Benturan-benturan dan ketegangan politik di lapangan seringkali tidak bisa terelakan.
Belum lagi, di tengah semakin derasnya arus informasi, masalah disinformasi dari mulai berita hoaks hingga gesekan di media sosial, bisa membuat polarisasi di tengah masyarakat menjadi kuat.
Politik identitas seringkali hadir, dan bisa beresiko memicu konflik dan perpecahan.
Kondisi ini, memiliki potensi pelanggaran dan sengketa yang cukup tinggi. Ini tentu menjadi tantangan yang cukup berat bagi lembaga pengawas seperti Bawaslu.
Oleh karenanya, dibutuhkan kapasitas untuk menjalankan peran dan fungsi Bawaslu, selain tetap merawat integritasnya.
Hal fundamental yang harus dimiliki tentu saja adalah penguasaan dan pemahaman dari sisi ragulasi.
Dari aspek regulasi, dua peraturan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan, penting untuk dikuasai, guna menghindari salah penerapan hukum.
Ini dikarenakan pemilu dan pemilihan akan berlangsung dalam satu tahun yang sama.
Tidak hanya itu, aturan turunan kedua undang-undang tersebut seperti Peraturan KPU dan Perbawaslu yang harus melalui fase harmonisasi guna menghindari salah tafsir penerapan hukum oleh penyelenggara, penting dihatamkan.
Kapasitas untuk memahami aturan ini, harus terus dibangun guna menghindari ketidakjelasan dan penafisran yang beragam dari kontestan pemilu maupun publik, yang membuat penyelenggara rentan dipersoalkan secara etik bahkan pidana.
Bawaslu juga harus memiliki prinsip antisipatoris.
Dalam melakukan upaya pencegahan, Bawaslu harus memiliki strategi pengawasan yang tepat berdasarkan pemahaman akan potensi pelanggaran yang dipotret dengan benar.
Kepekaan untuk memahami potensi timbulnya penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) misalnya, menjadi penting. Ini bisa dipelajari dari pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan sebelumnya.
Dengan demikian, peran Bawaslu akan sangat diharapkan bukan saja dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai lembaga yang bisa membentengi demokrasi dari keretakan.
Yang bisa menyelamatkan krisis kepercayaan publik terhadap institusi politik.
Sehingga kualitas demokrasi di negara kita semakin cemerlang dan berkualitas.