Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dapatkah Menyita Aset Terdakwa Dalam Persidangan Tindak Pidana Korupsi ?
Juga tidak ada hubungannya dengan perkaranya, hal ini dilakukan dengan maksud harta benda terdakwa tersebut melalui putusan nantinya dirampas untuk ne
Editor: Erik S
Kedua untuk mengamankan barang bukti agar tidak dihilangkan atau di gunakan kembali oleh pelaku kejahatan untuk melakukan tindak pidana lain.
Ketiga memastikan pemulihan kerugian keuangan Negara dapat terlaksana seandainya pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan korupsi. Dari segi waktu penyitaan yang berkaitan dengan penanganan perkara korupsi dibagi menjadi dua bagian.
Pertama penyitaan sebelum putusan hakim, pada bagian ini penegak hukum menyita ketika penanganan perkara masuk pada tahap penyidikan, penuntutan dan persidangan.
Baca juga: Bareskrim Polri Musnahkan Sabu, Ganja hingga Ekstasi Hasil Penyitaan dari 13 Kasus
Orientasi tindakan ini lebih menitik beratkan pada keterkaitan kejahatan dengan barang bukti supaya menguatkan sangkaan penegak hukum.
kedua penyitaan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, untuk fase ini jaksa selaku eksekutor putusan akan menyita seluruh harta kekayaan, baik yang terkait dengan tindak pidana atau tidak, jika Terpidana tidak melunasi pembayaran uang pengganti dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (Pasal 18 ayat 2 UU Tipikor), jika sebelumnya orientasi penyitaan untuk menguatkan bukti atau mengamankan bukti, kali ini penyitaan di butuhkan agar pemulihan kerugian keuangan Negara dapat tercapai.
Dalam presfektif Hak asasi manusia, perlindungan terhadap harta benda yang mencakup hak milik, disebutkan dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
Begitupun UUD 1945 melalui Pasal 28 H ayat (4) menyatakan Setiap orang berhak mempunyai hak millik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Adanya ketentuan tersebut dalam prespektif supremasu hukum (rule of law) harus ditegakkan secara konsekuen dan konsisten agar hukum berfungsi mengendalikan, mengawasi dan membatasi kekuasaan.
Hukum tidak boleh digunakan sebagai instrumen politik dari kekuasaan (rule by law) untuk membenarkan tindakan penguasa yang merugikan rakyat dan Negara, karena Negara adalah komponen utama yang harus menegakkan hukum yang dibuatnya sendiri.
Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak milik pribadi dalam konstitusi Negara, menunjukan bahwa Negara melindungi perolehan harta benda terdakwa yang diperoleh secara sah menurut hukum.
Baca juga: KPK Jerat 149 Tersangka Korupsi Selama 2022, Naik 38 Orang dari Tahun 2021
Perlindungan Negara tersebut dilandasi sila Kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengedepankan sebuah pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak serta kewajiban asasinya
Praktik penegakan hukum melakukan penyitaan terhadap Harta benda Terdakwa yang tidak ada hubungannya dengan perkara tindak pidana korupsi dan bukan merupakan hasil dari tindak pidana korupsi sebagai barang bukti yang nantinya digunakan sebagai jaminan pembayaran uang pengganti kerugian Negara, dalam persidangan tindak pidana korupsi tidak dapat dibenarkan, karena prinsip diajukannya barang bukti dalam persidangan adalah untuk mendukung pembuktian perbuatan Terdakwa, bukan untuk dijadikan jaminan untuk pelaksanaan hukuman, sebagaimana Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 97 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 6 Mei tahun 2021.
Lebih dari itu Jaminan perlindungan terhadap harta benda Terdakwa yang diperoleh secara sah termuat dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (4) yang menyebutkan: setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun, perlindungan Negara tersebut dilandasi sila Kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengedepankan sebuah pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak serta kewajiban asasinya.