Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menimbang Gagasan dan Rekam Jejak, Ajakan Anies Baswedan untuk Indonesia yang Lebih Baik
Dalam manajemen modern pun, gagasan merupakan prasyarat yang bisa menunjukkan apakah seseorang memilkiki kapasitas atau tidak.
Editor: Malvyandie Haryadi
Sedangkan rekam jejak bisa dengan lebih tepat memberikan kepastian integritas seorang pemimpin.
Lebih jauh lagi, pada gilirannya menjalankan amanah, sisi gagasan akan menentukan kapabilitas pemimpin dalam mengelola input sumber daya di lingkungan yang dipimpinnya.
Sedangkan sisi rekam jejak akan menjadi kekuatan dalam menjalankan proses-proses dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi kepemimpinan yang ia jalankan.
Pada tempatnya bila kita mengulang pernyataan seorang mahaguru manajemen, Peter Drucker, yang menyatakan, manakala kita melihat perusahaan-perusahaan besar yang maju dan unggul, bisa dipastikan ada keputusan-keputusan berani dan cerdas di belakang semua itu.
Drucker percaya, keberanian yang dilandasi gagasan kuatlah yang membawa manusia kepada kemaslahatan dan kebaikan bersama.
Dari petikan puisi almarhum WS Rendra kita pun tahu bahwa keberanian itu memberi cakrawala. Bahkan, keberanian itu sendiri pun merupakan cakrawala.
“There is one thing stronger than all the armies in the world, and that is an idea whose time as come. Ada satu hal yang lebih kuat dari semua tentara di dunia, dan itu adalah ide pada saatnya tiba,”kata pengarang Prancis terkemuka di era klasik, Victor Hugo.
Tentang betapa kuatnya gagasan, sebagai contoh sederhana barangkali kita bisa menunjuk filsuf dan sejarawan terkemuka era modern, Isaiah Berlin.
Selain pernah membuat buku khusus “The Power of Ideas”, Berlin sempat mengingatkan kita akan kuatnya gagasan, ide. “Lebih dari seratus tahun lalu,”kata Berlin pada 1958, “penyair Jerman, Heine, memperingatkan orang Prancis untuk tidak meremehkan kekuatan gagasan: konsep filosofis yang dipelihara dalam keheningan studi seorang profesor punya daya untuk menghancurkan peradaban.”
Akan halnya rekam jejak, Albert Schweitzer, seorang penerima Nobel Perdamaian, pernah menyatakan bahwa kepemimpinan sejatinya adalah jejak yang ditapakkan di bumi.
Dengan jejak itu orang-orang bisa memperhatikan lebih cermat apa yang pernah ia lakukan selama memegang amanah kepemimpinan. Bagi Schweitzer, kepemimpinan sangat dekat kepada urusan tentang memberikan contoh teladan.
Mungkin karena Schweitzer seorang humanis, baginya rekam jejak itu pun berkaitan dengan gembur atau kerasnya hati pemimpin berkaitan dengan rakyatnya. Karena itulah, sejarah kemudian banyak mencatat pemimpin yang peduli rakyatnya sebagai orang besar.
Mereka, orang-orang terpilih, tahu pasti bahwa persoalan rakyat seharusnya diletakkan lebih tinggi dari sekadar diri dan kelompoknya.
Figur-figur sejarah seperti Umar bin Khattab, yang diceritakan kerap melakukan inspeksi sendirian malam-malam, guna mengetahui nasib rakyatnya. Atau dalam konteks yang lebih kekinian, di awal abad 20, seperti Presiden AS, Theodore Rossevelt, yang karena hobinya menyelinap malam-malam untuk menemani para polisi bertugas, para tentara berjaga, ia dikenal di AS sebagai Harun Al Rosevelt, merujuk khalifah berbudi Harun Al Rasyid.
Anies sudah mengajak kita untuk bijak memilih pemimpin demi Indonesia yang lebih baik. Selebihnya adalah giliran kita. [ ]