Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mengapa Organisasi Sebaiknya Jangan Abaikan Keinginan Gen Z Lakukan Pekerjaan Jarak Jauh?

Generasi Z (Gen Z), angkatan kerja baru yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, telah menjadi sorotan dalam tren kerja global terkini.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Mengapa Organisasi Sebaiknya Jangan Abaikan Keinginan Gen Z  Lakukan Pekerjaan Jarak Jauh?
Shutterstock
Ilustrasi Gen Z. 

Oleh: Chris McNamara, Chief Revenue Officer Remote

Di era yang ditandai dengan kekuatan transformatif dari kerja jarak jauh, dengan sepenuh hati saya meyakini bahwa kita baru saja mulai melihat potensi kerja jarak jauh dalam mengubah bentuk tempat kerja modern.

Generasi Z (Gen Z), angkatan kerja baru yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, telah menjadi sorotan dalam tren kerja global terkini.

Banyak dari mereka yang mulai berkarier di era pandemi dan sangat terbiasa dengan model kerja jarak jauh dan hibrid. Dinamika pekerjaan terus berkembang, dan sebagai seorang profesional yang sudah bekerja dengan Gen Z, saya bisa bersaksi bahwa generasi ini menganut model kerja yang fleksibel.

Alih-alih mementingkan diri sendiri, kecenderungan Gen Z ini justru mencerminkan pilihan yang strategis dan cerdas, yang harus diakui dan diadaptasi oleh organisasi.

Dalam kondisi saat ini, produktivitas, fleksibilitas dan keterlibatan karyawan menjadi faktor utama keberhasilan organisasi.

bgfchris
Chris McNamara.

Remote Workforce Report 2023 mengungkapkan bahwa kerja jarak jauh berdampak positif pada elemen-elemen organisasi tersebut serta berkontribusi terhadap pertumbuhan organisasi, produktivitas, dan retensi secara keseluruhan.

Berita Rekomendasi

Laporan tersebut menunjukkan bahwa 40 persen para pengambil keputusan merasakan peningkatan produktivitas, 36% melaporkan keterlibatan karyawan yang lebih tinggi setelah sepenuhnya beralih ke kerja tim jarak jauh, dan 69% mendapati pertambahan tingkat retensi karyawan.

Meskipun terdapat hasil yang positif, masih tetap ada kesenjangan generasi terkait sikap terhadap pekerjaan jarak jauh.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa meskipun 80% karyawan Gen Z memandang kebebasan untuk tinggal dan bekerja dari mana saja sebagai pertimbangan utama saat memilih pekerjaan, hanya 40% generasi Baby Boomer yang memiliki sentimen serupa.

Selain itu, 42% karyawan Gen Z mengakui bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan mereka saat ini demi mendapatkan peluang kerja jarak jauh.

Hal ini menandakan adanya pergeseran prioritas yang tidak boleh diabaikan oleh organisasi.

Survei Generasi Z dan Milenial Deloitte, yang dikumpulkan dari lebih dari 22.000 Gen Z dan milenial di 44 negara, mengungkapkan temuan serupa tentang pentingnya pekerjaan yang bermakna dan mencapai keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.

Bagi 60% Gen Z, pekerjaan jarak jauh berarti lebih banyak waktu untuk orang-orang terkasih, menekuni hobi, dan bahkan mengurus tanggung jawab pribadi.

Selain itu, 54% responden memandang kerja jarak jauh bermanfaat bagi kesehatan mental—sebuah pertimbangan krusial di dunia yang serba cepat ini.

Meningkatnya keinginan karyawan akan lingkungan kerja yang fleksibel terjadi bersamaan dengan meningkatnya ambang masalah kesehatan mental.

Hampir 46% Gen Z melaporkan bahwa mereka merasa stres atau cemas di tempat kerja hampir sepanjang waktu.

Tekanan-tekanan terkait pekerjaan ini, seperti keseimbangan yang tidak memadai antar kehidupan kerja dan pribadi, waktu perjalanan pulang-pergi kerja yang panjang, dan dinamika kerja di kantor yang tidak sehat merupakan dampak teratas dari beban keuangan sehari-hari serta kesehatan dan kesejahteraan anggota keluarga yang membebani Gen Z.

Memberikan kesempatan kepada para individu untuk menyesuaikan jam kerja dan lokasi kerja sesuai kebutuhan mereka masing-masing, dapat membantu menumbuhkan rasa keleluasaan dan kendali.

Keleluasaan ini dapat menghasilkan keseimbangan yang lebih baik antara kehidupan kerja dan pribadi, mengurangi stres yang muncul akibat perjalanan pulang-pergi kerja, serta meningkatkan peluang untuk pemeliharaan diri dan relaksasi.

Selain itu, pengaturan kerja yang fleksibel dapat mengakomodasi preferensi dan rutinitas individu, mendorong integrasi yang lebih sehat antara kerja dan kehidupan pribadi serta, pada akhirnya, berkontribusi terhadap penurunan tingkat stres dan peningkatan kesehatan mental.

Pemberi kerja yang terbiasa merekrut generasi milenial harus menyadari bahwa Gen Z adalah kelompok yang berbeda dengan prioritas yang berbeda. 

Bagi Gen Z, mengejar fleksibilitas serta menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi adalah hal yang sangat penting.

Pemberi kerja yang mempertimbangkan konsekuensi dari mendesak pekerja jarak jauh untuk kembali bekerja penuh waktu di kantor, perlu mencatat bahwa 77% Gen Z yang bekerja secara jarak jauh atau hibrid akan mempertimbangkan untuk berhenti jika mereka diminta untuk bekerja penuh waktu di kantor. 

Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan pesan untuk mendukung generasi milenial dan Gen Z.

Menko Muhadjir menyatakan bahwa generasi milenial dan Gen Z harus memiliki penguasaan teknologi digital sebagai keterampilan yang utama. Pergeseran pola pikir ini sangat penting dalam konteks kerja jarak jauh yang lebih luas, karena hal ini membuktikan keinginan Gen Z di Indonesia untuk memanfaatkan fleksibilitas yang diberikan oleh teknologi digital.

Kesadaran mereka akan potensi transformatif keterampilan digital di pasar kerja modern mendasari pandangan strategis mereka. Mereka memahami bahwa kemahiran dalam teknologi digital bukan sekadar keterampilan yang diinginkan namun merupakan penentu penting kesuksesan jangka panjang mereka.

Dengan menerapkan sistem kerja jarak jauh, Gen Z di Indonesia menegaskan diri mereka sebagai pribadi yang berpikiran maju yang menyadari bahwa kesuksesan profesional tidak lagi terbatas pada ruang kantor atau lokasi geografis tertentu.

Mereka justru memandang keterampilan mereka sebagai aset portabel, yang dapat diterapkan dalam perekonomian global yang saling terhubung. Hal ini sangat selaras dengan visi mereka untuk masa depan saat keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi bukanlah sebuah aspirasi namun sebuah kenyataan yang dapat dicapai.

Pada intinya, pesan Menko Muhadjir tersebut berfungsi sebagai peringatan yang menyatakan pentingnya peran kemahiran digital dalam membentuk masa depan dunia kerja, khususnya bagi Gen Z.

Pesan ini menggarisbawahi pemahaman mendalam mereka terhadap lanskap yang terus berkembang dan kesiapan mereka untuk memanfaatkan peluang yang ada. Generasi ini siap untuk memimpin di dunia yang menjadikan kemampuan beradaptasi dan kecanggihan teknologi sebagai landasan kesuksesan.

Berdasarkan Laporan Gen Z Indonesia dari IDN, di antara mereka yang disurvei secara lokal, Gen Z lebih memilih bekerja dari rumah dibandingkan gaya kerja lainnya.

Hal ini sejalan dengan 69% Gen Z di dalam negeri yang menyatakan bahwa mereka harus memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, dibandingkan dengan 31% dari mereka yang bersedia bekerja berjam-jam asalkan menerima kompensasi tambahan.

Pemberi kerja yang tetap kaku dalam pendekatan mereka berisiko kehilangan talenta terbaik serta, yang lebih penting, kehilangan inovasi dan perspektif segar yang dibawa oleh Gen Z.

Stereotip umum bahwa Gen Z bukan pekerja keras tidaklah benar jika kita menelaah faktanya. Survei IDN melaporkan 67% Gen Z Indonesia bersedia bekerja berjam-jam asalkan mendapat kompensasi yang layak. Data tersebut menunjukkan bahwa Gen Z menghargai karier mereka dan bersedia melakukan upaya ekstra.

Untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik, pemberi kerja harus beradaptasi dengan dinamika kerja yang terus berubah.

Merupakan tanggung jawab pemberi kerja untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi kerja dan mulai memprioritaskan produktivitas, fleksibilitas serta keterlibatan karyawan dibandingkan tatap muka. Pekerjaan jarak jauh sebaiknya tidak dilihat sebagai insentif sementara yang dapat dibatalkan begitu saja.

Memilih untuk menerapkan pekerjaan jarak jauh akan menciptakan perbedaan yang berarti pada infrastruktur organisasi, praktik perekrutan, budaya, dan laba. Di saat karyawan menikmati fleksibilitas, organisasi mendapatkan manfaat yang lebih besar.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas