Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ngaji Ukhuwah dari Hadratussyekh Hasyim Asy'ari
Mbah Hasyim menyampaikan sebuah pidato di Surabaya, pada saat pendirian NU sebagai garis besar haluan perjuangan dan jati diri NU.
Editor: Daryono
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.
Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.
TRIBUNNEWS.COM - Pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah, Rois Akbar Hadratussyekh Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim) menyampaikan sebuah pidato di Surabaya, pada saat pendirian NU sebagai garis besar haluan perjuangan dan jati diri NU.
Ayat demi ayat suci, hadits demi hadits Nabi, dikutip untuk menjelaskan satu maksud, pentingnya persaudaraan dan persatuan. Itu sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat dalam membangun hubungan saling kasih, saling menyayangi, dan saling menjaga hubungan (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 24).
Kendati jumlah umat muslim masih kecil dan sedikit, dengan modal persatuan dan tolong menolong mampu menaklukkan raja-raja, memerdekakan kota-kota dan negara demi negara dari cengkraman kezaliman penguasanya. Selanjutnya umat muslim membangun peradaban dan kerajaannya besarnya sendiri.
Mbah Hasyim memperkuat argumentasinya dengan mengutip sebuah syair; "berjamaahlah kalian, wahai anak-anakku, bila kegentingan datang melanda. Dan jangan bercerai-berai." Mbah Hasyim juga mengutip dawuh Sayyida Ali bin Abi Thalib ra., "dalam perpecahan, tidak ada satu kebaikan pun yang Allah berikan kepada seseorang," (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 25-6).
Mbah Hasyim mengingatkan, "perpecahan merupakan penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di sepanjang zaman. Perpecahan sumber kehancuran, keruntuhan, kebinasaan dan penyebab kehinaan. Betapa banyak keluarga besar semula hidup dalam kemakmuran, sampai kalajengking perpecahan menggigit mereka, bisanya meracuni hati mereka, mereka pun kucar-kacir. Rumah mereka berantakan," (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 27).
Bahkan, kata Mbah Hasyim, kebenaran akan menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan. Sebaliknya, kebatilan menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan. Itulah kutipan Mbah Hasyim terhadap kata-kata Sayyidina Ali ra (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 28).
Prasyarat Warga Nahdliyyin
Untuk menjadi warga Nahdlatul Ulama, Mbah Hasyim memberikan garis-garis yang tegas, melalui seruannya: "marilah anda semua dari golongan fakir miskin, hartawan, rakyat jelata, orang-orang kuat, berbondong-bondonglah masuk ke dalam Jam'iyyah Nahdlatul Ulama, dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu, dan dengan ikatan jiwa raga," (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 33).
Dalam pandangan Mbah Hasyim, warga NU tidak dibedakan berdasarkan kelas-kelas sosial mereka dalam memenuhi tanggung jawab dan hak yang dibebankan oleh Allah swt. Mbah Hasyim mengatakan, "tak seorang pun betapapun tinggi kedudukannya dalam kebenaran, dan betapapun luhur derajat keutamaannya dalam agama, dapat melampaui kondisi membutuhkan pertolongan untuk memikul hak Allah."
Orang miskin dan orang kaya, rakyat jelata dan penguasa, orang lemah dan orang kuat, harus bahu-membahu dalam menjalanken perintah Allah swt. Prinsip kerjasama, tolong-menolong, gotong royong, adalah dasar paling fundamental dalam menjalankan perintah dan menjauhi larnagan Allah.
Perlu diingat, hak Allah yang dimaksudkan oleh Mbah Hasyim bukan semata urusan akhirat melainkan juga urusan duniawi. Karenanya, Mbah Hasyim mengatakan, "barang siapa mau tolong menolong dalam persoalan dunia dan akhiratnya maka sempurnalah kebahagiaannya," (Mukadimah Qanun Asasi, 2022: 36).
Di tempat lain, ketika menjelaskan topik perpecahan di internal umat muslim menjadi 73 golongan, Mbah Hasyim memberikan penjelasan spesifik. Dengan mengutip syarah Imam Abu Mansur bin Thahir at-Tamimi tentang hadits tersebut, Mbah Hasyim mengatakan: Rasulullah tidak bermaksud mengidentifikasi golongan yang berselisih dalam masalah-masalah fikih yang bersifat furu'iyyah; halal-haram.