Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Skenario Israel Memisahkan Gaza Utara dan Gaza Selatan
Militer Israel memotong dan mengepung Gaza City, membagi wilayah itu jadi Gaza utara dan Gaza selatan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Mereka hanya ingin membersihkan semua wilayah utara Gaza dari hunian penduduk Palestina, lalu mengontrolnya secara penuh.
Sebuah perimeter sangat lebar diciptakan, membuat jarak perbatasan antara Gaza dan wilayah yang diduduki Israel semakin jauh.
Jika setengah wilayah Gaza nantinya dikuasai Israel, maka jarak tembak roket yang dimiliki kelompok Hamas semakin sempit.
Ini berarti sementara waktu menciptakan kondisi relatif aman bagi kota-kota terdekat Israel seperti Askhelon dan Sderot.
Dua kota ini, selain Tel Aviv, menjadi sasaran empuk roket-roket Hamas yang diluncurkan dari wilayah tengah maupun utara Gaza.
Kehadiran perimeter lebar ini juga menjadikan makin sulit bagi petempur Hamas melakukan serangan lintas perbatasan seperti terjadi 7 Oktober 2023.
Konsekuensinya, kemungkinan besar Kota Gaza akan dikosongkan, sebelum mungkin akan terseleksi penghuninya, dan pada waktunya direstorasi jadi permukiman Palestina.
Pasukan pendudukan Israel akan menyeleksi dan memisahkan penduduk Palestina dari kelompok Hamas.
Selain itu Israel akan memastikan jaringan terowongan bawah tanah Hamas di bawah Kota Gaza dihancurkan.
Bagi Hamas, dipotongnya wilayah Gaza memberi konsekuensi kekuatan dan pengaruh mereka akan berkurang dan mungkin akan terkonsentrasi di wilayah selatan Gaza.
Apakah strategi Israel memotong Gaza itu akan efektif? Melihat apa yang terjadi di Tepi Barat, agaknya akan relatif berhasil.
Militer Israel akan mengontrol ketat pergerakan dan aktivitas penduduk Palestina di utara Gaza jika kembali jadi hunian lagi.
Seperti di berbagai tempat di Tepi Barat, semua jalur dan pergerakan penduduk Palestina dipersempit, diawasi, dan tidak bisa bebas bepergian.
Ada sekurangnya 500 pintu berlapis yang mesti dilakui penduduk Palestina saat bepergian, dan semuanya terkontrol lewat pengawasan canggih pasukan pendudukan Israel.