Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Skenario Israel Memisahkan Gaza Utara dan Gaza Selatan
Militer Israel memotong dan mengepung Gaza City, membagi wilayah itu jadi Gaza utara dan Gaza selatan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Bagi Hamas, elemen politik militer terbesar di Gaza, konsolidasi kekuatan mesti dilakukan dan harus ada penyesuaian strategi perlawanan.
Kemampuan dan daya jangkau roket mereka di masa depan mungkin harus ditingkatkan, mengingat semakin sulit menggelar serangan lintas perbatasan.
Menumpuknya penduduk Palestina di wilayah selatan Gaza juga menimbulkan dampak semakin padatnya hunian dan jumlah warga di sana.
Gaza dihuni tak kurang 2,2 juta orang, sekitar 1,1 juta di antaranya semula tinggal di Gaza City yang kini sebagian hancur lebur.
Kepadatan penduduk ini menjadikan perlawanan kian tak mudah, karena ada faktor risiko korban sipil jika Israel membalas secara membabibuta.
Dalam konteks peperangan setelah 7 Oktober 2023, dunia menyaksikan bencana kemunusiaan nyata terjadi di Gaza.
Tak kurang 8.000 nyawa penduduk Palestina melayang, mayoritas anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia.
Ratusan bangunan bertingkat yang jadi kamp-kamp penduduk Palestina, masjid, gereja, rumah sakit, dibombardir Israel hingga rata tanah.
Para pemimpin Israel menutup mata, dan menganggap semuanya tragedi peperangan belaka, dan selalu menegaskan Israel punya hak membela diri.
Semua hukum peperangan atau hukum konflik bersenjata internasional dilanggar. Resolusi PBB diabaikan. Kecaman dan seruan para pemimpin dunia dicuekin.
Protes jutaan warga di berbagai negara dianggap angin lalu. Pengeboman dan pembunuhan massal terus dilakukan pasukan Israel.
Cengkeraman atas wilayah utara Gaza sudah pasti semakin diperkuat menyusul keberhasilan memotong dan pengepungan Gaza City.
Apakah Hamas akan total melawan lewat perang kota di utara Gaza? Dilihat dari strategi Israel ini, agaknya Hamas akan sangat berhitung.
Tanpa perhitungan matang, perlawanan terbuka lewat perang kota akan jadi strategi bunuh diri mengingat potensi putusnya jalur suplai mereka dari selatan.
Hamas akan kembali ke taktik lama, perang gerilya dari wilayah selatan.
Ini memungkinkan aset-aset tempur Hamas tetap terjaga, sementara perlawanan tetap bisa dilakukan.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)