Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Skenario Israel Memisahkan Gaza Utara dan Gaza Selatan
Militer Israel memotong dan mengepung Gaza City, membagi wilayah itu jadi Gaza utara dan Gaza selatan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Invasi darat skala terbatas telah dilakukan militer Israel ke wilayah Jalur Gaza (Gaza Strip) sejak pekan lalu.
Saat ini, pasukan khusus Brigade Golani yang dikirim telah memotong wilayah enklave Palestina itu menjadi dua bagian; Gaza utara dan Gaza selatan.
Kota Gaza (Gaza City) telah terkepung, karena pasukan yang menerobos dari perbatasan darat telah bertemu pasukan yang masuk Gaza lewat pesisir Laut Tengah.
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari menyatakan, koridor utara-selatan tetap dibuka guna memberi jalan penduduk tersisa di Gaza City pindah ke selatan.
Beberapa waktu setelah 7 Oktober 2023, militer Israel mengultimatum penduduk Gaza agar berpindah ke wilayah selatan Gaza dalam waktu 24 jam.
Baca juga: Mengapa Israel Tunda Invasi Darat ke Jalur Gaza?
Baca juga: Sejumlah Kesalahan Taktis Operasi Kelompok Hamas
Baca juga: Memori Tragedi Sabra Shatila dan Genosida di Jalur Gaza
Peringatan itu berlalu tanpa gerakan militer sama sekali setelah 24 jam. Invasi darat tak jadi digelar menyusul kedatangan Presiden AS Joe Biden ke Israel.
Sesudah Joe Biden meninggalkan Israel, operasi darat tak juga dilakukan. Israel menahan diri karena tidak kunjung mendapat lampu hijau dari Biden.
Keberadaan ratusan sandera Israel dan warga berbagai negara di Gaza, menjadi satu di antara faktor yang mengerem invasi darat itu.
Faktor lain, AS belum selesai memobilisasi kekuatan militernya ke Laut Tengah meski sudah mengerahkan dua armada kapal induknya.
Pergerakan kekuatan tempur AS ke Laut Tengah ini guna mencegah perluasan perang, mengingat ada potensi konflik di Lebanon Selatan dan perbatasan Israel-Suriah.
Meski belum mendapat lampu hijau serangan total pasukan darat ke Gaza, para pemimpin politik dan militer Israel tak mengendurkan kemarahannya.
Mereka menolak gencatan senjata, yang juga didukung AS. Israel juga menolak suplai bahan bakar, memutus listrik, air, dan koneksi internet di Gaza.
Mereka hanya memberikan kesempatan aliran bantuan pangan, medis, air dari arah perbatasan Mesir. Evakuasi warga asing dari Gaza juga bisa diizinkan via pintu perbatasan Rafah.
Melihat perkembangan per Minggu, 5 November 2023, Israel agaknya menggunakan setengah dari skenario awal ofensif darat besar-besaran.