Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apresiasi Seni Picu Dampak Positif bagi Masalah Kesehatan dan Meningkatkan Produktivitas Organisasi
Seni dapat membantu memecahkan masalah kesehatan serta meningkatkan produktivitas.
Editor: Anita K Wardhani
Penderita Alzheimer dapat mendengarkan musik klasik untuk mendapatkan manfaatnya bagi otak. Jika seni dapat memberikan dampak positif pada pasien yang sakit, maka seni juga akan memberikan dampak positif pada orang yang sehat.
Survei menunjukkan bahwa banyak orang mulai meninggalkan institusi kebudayaan.
Sejak awal tahun 2000an, semakin sedikit orang yang mengatakan bahwa mereka mengunjungi museum dan galeri seni, menonton pertunjukan atau menghadiri konser musik klasik, opera atau balet, walaupun penonton Coldplay maupun Blackpink membeludak.
Mahasiswa beralih dari ilmu humaniora ke ilmu komputer, karena tampaknya mereka memutuskan bahwa peningkatan profesional lebih penting daripada kondisi jiwa mereka. Banyak akademisi tampaknya juga kehilangan kepercayaan.
Mereka telah menjadi aktivis politik ras, kelas dan gender.
Saya berpendapat bahwa budaya jauh lebih penting daripada politik atau pelatihan pra-profesional dalam algoritma dan sistem perangkat lunak dan kelihatannya mengonsumsi budaya melengkapi pikiran kita dengan pengetahuan dan kebijaksanaan emosional; ini membantu kita melihat pengalaman kita sendiri dengan lebih kaya dan bermakna; ini membantu kita memahami, setidaknya sedikit, kedalaman dari apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar.
Media sosial telah memberi kita banyak hal yang positif dan itu sudah menjadi budaya tersendiri. Namun media sosial juga telah memberi kepada kita banyak harapan palsu.
Pada akhirnya, banyak yang berpendapat bahwa kita menjadi mengalami perubahan kepribadian dan tingkah laku, bahkan menjadikan sedih, kesepian, marah, dan kejam sebagai masyarakat, sebagian karena begitu banyak orang yang belum mengerti atau tidak mau berlatih untuk menjadi lebih bersimpati dan berempati kepada sesama.
Data menunjukkan bahwa media sosial banyak berkontribusi terhadap fenomena yang menyedihkan ini. Kita menjadi terkotak-kotakan, tercerai-berai, terpolitisasi dan semakin terdemoralisasi, lebih tidak spiritual, dan jauh dari berbudaya.
Kode humanis harus ditemukan kembali. Kita harus berani meletakkan diri sendiri dalam bidang humaniora, atau kita tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan penting: bagaimana saya harus menjalani hidup?
Dalam dunia seni liberal, akademik percaya bahwa kita semua dapat meningkatkan selera dan penilaian kita dengan mengenal apa yang terbaik lewat seni, filsafat, sastra, dan sejarah umat manusia. Dan perjalanan menuju kebijaksanaan ini merupakan urusan sepanjang hidup. Ilmu-ilmu eksakta membantu kita memahami alam. Ilmu-ilmu sosial membantu kita dalam mengukur pola perilaku antar populasi.
Namun budaya dan seni membantu kita memasuki pengalaman subyektif masyarakat, misalnya melihat bagaimana perasaan seseorang unik; merasakan bagaimana seseorang sedang rindu, kecewa, dan menderita. Kita mempunyai kesempatan untuk “merasakan” apa yang mereka rasakan bahkan merasakan dunia mereka seperti mereka sedang mengalaminya.
Penciptaan seni adalah tindakan dasar manusia. Ketika membuat gambar, puisi, atau cerita, seniman sedang membangun representasi dunia yang kompleks dan koheren. Itulah yang kita semua lakukan setiap menit saat kita melihat sekeliling. Semua orang sebenarnya adalah seniman.
Alam semesta adalah tempat yang sunyi dan tidak berwarna, yang ada hanyalah gelombang dan partikel.