Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Barat Kalah di Ukraina dan Prospek Perang Rusia-Ukraina

Perang Rusia-Ukraina menunjukkan ketidakmampuan barat memenangkan pertempuran. Ukraina sebagai proksi NATO bertahan karena Rusia kini lebih defensif.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Barat Kalah di Ukraina dan Prospek Perang Rusia-Ukraina
AFP/ARIS MESSINIS
Prajurit Ukraina bersiap untuk bergerak ke garis depan dekat kota Bakhmut, pada 8 Maret 2023, di tengah invasi Rusia ke Ukraina. (Photo by Aris Messinis / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Rusia mengklaim telah merontokkan ratusan senjata modern NATO yang dipasok ke Ukraina.

Termasuk di antaranya lusinan tank berat Leopard-2 yang dikirimkan Jerman. Hal menarik lain, Rusia melumpuhkan ranpur infantri M113 dan Bradley kiriman AS.

Ranpur pengangkut personal itu ditemukan rusak di sebuah pangkalan pasukan Ukraina yang diserbu. Tim mekanik Rusia memperbaikinya dan berhasil.

Ranpur APC M113 itu lalu dijalankan secara sempurna, disertai kibaran bendera Rusia yang dipasang di antena mesin lapis baja tersebut.

Ini bak sebuah parade ejekan ke NATO dan terutama AS, untuk ketidakberdayaan mereka menyokong perlawanan Ukraina.

Dari 100an tank Leopard-2 yang dikirimkan, sekurangnya 26 unit dihancurkan dalam pertempuran. Sisanya rusak, dan Ukraina tak mampu memperbaikinya lagi.

Baca juga: Rusia Tuding Ukraina Sengaja Menembak Pesawat Berisi 65 Tawanan Tentara Kiev

Baca juga: Kecewa Berat, Pejabat AS Minta Bantuan untuk Ukraina Disetop: Korupsinya Tak Terkendali

Informasi ini dirilis majalah top Foreign Affairs. Di awal pengiriman, media barat meyakini tank-tank berat Jerman itu akan mengubah jalannya perang.

Berita Rekomendasi

Kenyataannya berbeda. Ukraina tidak memiliki fasilitas perbaikan dan pemeliharaan tank Eropa barat itu. Mereka kehilangan infrastruktur pendukung ekstensif yang diperlukan.

Sumber daya manusia Ukraina juga belum sepenuhnya menguasai teknologi Leopard-2, karena pelatihan yang terburu-buru.

Tentara Ukraina tidak menguasai teknik tempur armada tank, untuk menjaga kendaraan lapis baja itu dari serangan di medan perang.

Brigade tank hanya diberikan pelatihan selama lima minggu, dan sebagian besar terdiri dari formasi yang tidak berpengalaman dengan sedikit atau tanpa pengalaman tempur.

Jerman mengumumkan transfer Leopard-2 ke Ukraina pada awal 2023, setelah AS menjanjikan 31 tank tempur M1 Abrams.

Kiev baru menerima tank AS pertama pada Oktober 2023, dan mereka juga gagal memberikan keunggulan di medan perang.

Forbes baru-baru ini melaporkan tidak jelas apa yang dilakukan Ukraina dengan sistem senjata mahal andalan Pentagon tersebut.

Media tersebut menyatakan tank-tank Abrams belum terlihat dalam pertempuran karena Kiev sedang sibuk mempersiapkan tank-tank tersebut untuk menahan serangan drone Rusia.

Presiden Ukraina Vladimir Zelensky beralasan negaranya tidak menerima cukup tank untuk membuat perbedaan di medan tempur.

Personel militer Ukraina menerima pelatihan manuver lapis baja pada tank tempur Leopard 2 buatan Jerman di pusat pelatihan tentara Spanyol San Gregorio di Zaragoza pada 13 Maret 2023.
Personel militer Ukraina menerima pelatihan manuver lapis baja pada tank tempur Leopard 2 buatan Jerman di pusat pelatihan tentara Spanyol San Gregorio di Zaragoza pada 13 Maret 2023. (OSCAR DEL POZO / AFP)

Moskow telah berulang kali memperingatkan pengiriman senjata ke Kiev oleh AS dan sekutunya tidak akan menghalangi mereka mencapai tujuan operasi militernya di Ukraina.

Para pejabat Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, telah menekankan perangkat keras apa pun yang dipasok barat akan dimusnahkan.

Kementerian Pertahanan Rusia memperkirakan awal bulan ini Kiev telah menerima lebih dari $203 miliar bantuan luar negeri sejak pecahnya konflik.

Mereka juga telah menerima lebih dari 1.600 peralatan rudal dan artileri, lebih dari 200 sistem pertahanan udara, 5.220 tank dan kendaraan lapis baja. dan lebih dari 23.000 drone.

Kepala Pasukan Teknik Rusia, Letjen Yury Stavitsky mencatat para insinyur militer Rusia memberikan kontribusi yang signifikan dalam memukul mundur serangan balasan Ukraina pada medio 2023.

Tim membangun sistem pertahanan yang mengesankan, meskipun cuaca buruk dan penggunaan senjata presisi tinggi dan UAV secara massal oleh pasukan Kiev.

Stavitsky menyatakan pada saat Kiev meluncurkan operasi musim panasnya, Rusia telah menggali lebih dari 3.600 kilometer parit dan jalur komunikasi.

Militer Rusia menciptakan lebih dari 150.000 tempat perlindungan parit untuk peralatan, dan mempersenjatai lebih dari 4.500 galian dan 12.000 struktur beton bertulang.

Infrastruktur pertahanan ini dibangun di sepanjang garis wilayah Ukraina yang diduduki dan kini dikontrol pasukan Rusia.

Meski kenyataannya dukungan militer barat ke Ukraina nyaris tak berarti, Uni Eropa bersikukuh menolak jalan damai Rusia-Ukraina.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menolak gagasan perundingan perdamaian dan gencatan senjata di Ukraina.

Ia malah menuntut negara-negara anggota blok tersebut melakukan apa pun yang diperlukan agar Kiev dapat mengalahkan Moskow.

Dalam sebuah opini untuk majalah L’Obs Prancis pada Selasa (30/1/2024), Borrell mendesak para pemimpin Uni Eropa menolak godaan perdamaian dengan Rusia.

“Gagasan-gagasan ini salah pada 2022, dan tetap salah hingga saat ini,” tulisnya. Tidak jelas seruan perdamaian mana yang dimaksud Borrell.

Di UE, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban terus-menerus menyerukan penyelesaian melalui perundingan, dengan alasan pasukan Kiev tidak dapat meraih kemenangan militer.

Deretan sanksi bertubi-tubi UE terhadap Moskow lebih merugikan perekonomian UE daripada merugikan Rusia.

Borrell, di sisi lain, mengklaim sanksi telah melemahkan mesin perang Rusia, meskipun ia mengakui sanksi tersebut sebagian besar telah gagal mencapai tujuan mereka.

Sikap Borrell ini memperlihatkan tekad barat untuk memperpanjang konflik, dan tetap menjadikan Ukraina sebagai proksi mereka melawan Rusia.

NATO masih bertahan pada agenda memperluas pengaruh dan kekuatannya ke timur Eropa, dan berusaha hadir persis di depan Moskow.

Jika sikap ini tidak berubah, maka Moskow pun pasti tidak akan mengubah keputusan politik mereka menduduki sebagian wilayah Ukraina.

Sebab satu di antara tujuan operasi militer khusus ke Ukraina adalah mendemiliterisasi Ukraina, sekaligus menghancurkan kekuatan neo-Nazi yang mendorong permusuhan Ukraina dengan Rusia.

Penguasaan sebagian wilayah Ukraina timur, termasuk mendukung bergabungnya Donbass ke Federasi Rusia adalah cara Moskow menahan ekspansi NATO ke timur.

Ini langkah masuk akal mengingat NATO sebelumnya terikat komitmen untuk tidak memperluas kekuatan ke timur pasca-runtuhnya Soviet.

Ketika NATO berusaha menarik Ukraina, maka Rusia menganggap NATO telah melintasi garis merah, dan itu sudah diingatkan sejak 2014 ketika terjadi Revolusi Maidan.

Revolusi Maidan adalah puncak dari upaya Eropa, NATO, dan terutama AS untuk meruntuhkan hubungan Kiev dengan Moskow.

Setelah itu, kelompok paramiliter neo-Nazi Ukraina dan pasukan reguler Ukraina menghadapi perlawanan rakyat Donbass secara intensif.

Masyarakat Donbass mayoritas lebih dekat orientasinya ke Rusia, dan sebagian besar mereka penutur asli bahasa Rusia.

Persekusi Kiev terhadap Donbass berlangsung bertahun-tahun, hingga akhirnya pada awal 2022, pasukan Rusia menggelar serangan darat dan udara ke Ukraina.

Konflik Ukraina adalah perang proksi antara Rusia melawan kekuatan barat, yang berusaha mencegah kebangkitan kembali ekonomi dan militer Rusia.

Tokoh-tokoh penganjur perang di Washington, dan juga figur seperti Joseph Borrell di Uni Eropa memperlihatkan wajah-wajah imperialis sejati.

Presiden Rusia Vladimir Putin sangat cermat membaca hal ini, dan lewat berbagai cara, Putin memberikan perlawanan luar biasa.

Meski ditekan sanksi bertubi-tubi, pengaruh Rusia justru semakin kuat di Timur Tengah dan Afrika, dua kawasan yang selama ini dikontrol barat.

Bagi Putin, dunia tidak boleh lagi unipolar, yang sepenuhnya dikuasai dan dikontrol kekuatan imperialis barat yang dipimpin AS.

Lewat BRICS, Rusia bersama negara-negara besar seperti China, India, Afrika Selatan, dan Brazil di Amerika Selatan, membentuk poros ekonomi baru.

Poros ini sangat diminati banyak negara, termasuk Arab Saudi dan Mesir, dua kekuatan signifikan di Timteng dan Afrika Utara.

Membaca peta politik seperti ini, maka peperangan di Ukraina dipastikan akan berlangsung lama, berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi global.

Sementara ini kekuatan barat secara signifikan telah kalah di Ukraina, mengingat tidak ada sedikitpun kemajuan dari perlawanan Ukraina yang mereka dukung habis-habisan.

Krisis internal di Ukraina, rivalitas antara Presiden Volodymir Zelensky dan pemimpin militer Jenderal Valery Zalushny memberi warna lain.

Ketegangan di antara dua tokoh berpengaruh itu menunjukkan ketidakberesan Ukraina secara domestik, menghadapi dampak perang melawan Rusia.

Kemerosotan moral rakyat Ukraina juga berpengaruh banyak. Ribuan tentara yang dikirimkan ke garis depan, kehilangan nyawa karena minimnya dukungan logistic dan peralatan militer.

Rekrutmen personal baru berlangsung serampangan, karena banyak penduduk Ukraina yang sehat dan cukup umur, memilih mengungsi ke luar negeri.

Di sejumlah wilayah garis depan, bahkan tentara Ukraina yang dikirimkan langsung dihancurkan dalam hitungan jam.

Mereka ibarat dikirim masuk ke mesin penggiling daging, mengingat pasukan Rusia begitu mudah menghancurkan mereka.

Jika tak ada perubahan sikap dari elite Ukraina, para pemimpin Uni Eropa dan NATO, maka kehancuran Ukraina adalah keniscayaan.

Sementara Rusia memetik banyak keunggulan dari situasi ini. Teknologi tempur mereka diuji, dan berkembang sempurna dari kelemahan yang ditemukan di lapangan.

Selain keunggulan militer, Rusia juga berhasil memanfaatkan situasi ini untuk membangun aliansi dengan banyak negara yang sama-sama menginginkan dunia yang multipolar.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas