Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dunia Menyambut Prabowo, Presiden ke-8 Republik Indonesia

Banyak orang senang mendengar lagu-lagu lama. Tak pernah bosan meski diputar berulang-ulang. Tak ketinggalan dengan Pilpres 2024.

Editor: Content Writer
zoom-in Dunia Menyambut Prabowo, Presiden ke-8 Republik Indonesia
Istimewa
Khairul Fahmi, Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) 

Oleh: Khairul Fahmi
Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)

TRIBUNNEWS.COM - Banyak orang senang mendengar lagu-lagu lama. Tak pernah bosan meski diputar berulang-ulang. Tak ketinggalan dengan Pilpres 2024. “Lagu lama” soal kecurangan pemilu, bergema merespons kemenangan telak sekali putaran Prabowo-Gibran.

Tudingan dan kecurigaan itu bisa dipahami. Bagaimana pun, kemenangan Prabowo-Gibran adalah sejarah dalam politik demokrasi Indonesia, khususnya di era reformasi. Untuk pertama kalinya kontestasi pilpres yang berisi pertarungan lebih dari dua paslon dimenangkan hanya dengan sekali putaran.

Namun, jika dilihat dengan kacamata holistik, seperti kata Profesor Mahfud MD, tuduhan kecurangan adalah lagu yang biasa didendangkan oleh mereka yang kalah. Secara puitik bahkan dapat dikatakan, menuduh curang adalah hak istimewa yang hanya dimiliki oleh mereka yang kalah. Pendapat Prof Mahfud ini sungguh layak didengar dan mestinya tidak dilupakan.

Kisah serupa sebenarnya bisa kita temukan di berbagai penjuru dunia. Pada Pilpres Amerika Serikat tahun 2020 misalnya, kubu Donald Trump secara konsisten dan masif mengatakan kemenangan Joe Biden sebagai bentuk kecurangan. Tuduhan itu bahkan belum berhenti sampai sekarang.

Filsuf Jerman Friedrich Nietzsche menyebut perilaku semacam itu sebagai slave mentality atau “mental budak”. Alih-alih berlapang dada mengakui kekalahan, mereka yang bermental budak (bukan bermental kesatria) akan mencari ribuan pembenaran dan penyangkalan atas kekalahannya.

Ini ibarat orang yang tidak mampu membeli mobil mewah. Alih-alih bekerja keras agar bisa membeli mobil mewah seperti tetangganya, ia justru menyebut tetangganya sedang pamer kekayaan dan bersikap sombong.

BERITA REKOMENDASI

Narasi Kecurangan

Dalam perspektif intelijen, narasi kecurangan yang dituduhkan kepada Prabowo-Gibran saat ini telah masuk ke tahap intensifikasi. Ada empat langkah yang sedang dan telah dilakukan. Pertama, kubu 01 dan 03 membuat siaran pers yang memberi sinyal-sinyal ke masyarakat bahwa kecurangan itu ada.

Merespons hasil quick count, kubu 01 dan 03 terlihat menggunakan narasi yang nyaris seragam. Seolah-olah kemenangan sekali putaran Prabowo-Gibran tidak mungkin terjadi. TPN Ganjar-Mahfud bahkan melempar sinyal seolah-olah akan menggandeng Timnas AMIN untuk mengusut berbagai dugaan kecurangan di Pilpres 2024.

Kedua, media sosial dibanjiri dengan berbagai konten yang menunjukkan kecurangan pemilu. Dulu, Menteri Propaganda Nazi Paul Joseph Goebbels menggunakan teknik semacam ini. Prinsip dari teknik Goebbels adalah menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran. Sederhana namun mematikan.

Ketiga, dibuatnya pemberitaan bahwa dunia internasional tidak menerima kemenangan Prabowo-Gibran. Terlihat adanya upaya untuk mengamplifikasi berbagai headline pemberitaan media asing yang menggunakan diksi-diksi negatif terhadap Prabowo-Gibran. Strategi ini jelas menggunakan prinsip inferiority complex. Diksi-diksi negatif itu seolah valid, hanya karena diberitakan oleh media-media asing.


Keempat, meskipun belum terjadi, namun bau-baunya sudah tercium. Dikhawatirkan tahap intensifikasi akan menuju pada tahap eksploitasi dalam beberapa pekan ke depan. Mereka yang tidak menerima hasil Pilpres 2024 akan melakukan berbagai demonstrasi penolakan. Modus operandi seperti ini juga terlihat di Pilpres Amerika Serikat 2020.

Singkatnya, tuduhan kecurangan sangat mungkin akan terus bergema sampai pelantikan resmi di bulan Oktober nanti. Oleh karenanya, saya akan menggunakan pengukuran yang lebih objektif dalam melihat kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, yakni pengakuan negara lain.

Ucapan Selamat Dunia: Legitimasi Objektif

Pengakuan negara lain atau negara sahabat adalah legitimasi objektif. Saya mengatakan objektif karena negara-negara tersebut jelas bukan partisan. Mereka bukan kubu 01 atau kubu 03 yang menjadi kompetitor Prabowo-Gibran. Kemudian, ini yang terpenting, ucapan selamat tidak mungkin disampaikan secara sembarangan oleh suatu negara.

Kembali saya tekankan, berbagai ucapan selamat itu tidak mungkin sembarang dikeluarkan. Pasti sudah ada verifikasi, konfirmasi, informasi A1, dan berbagai uji validitas sebelum ucapan diberikan. Ada peran lembaga intelijen tiap negara untuk memberikan informasi yang akurat dan terpercaya. Apalagi setahu saya, setiap kali Indonesia menggelar pemilu, banyak negara counterpart mengirimkan petugas intelijennya untuk ikut memantau.

Hingga hari ini, ucapan selamat ke Prabowo Subianto sudah datang dari sejumlah negara tetangga, Eropa, hingga Amerika Serikat. Ada yang menelpon secara langsung, ada yang melalui media sosial, ada pula yang mengutus duta besarnya untuk bertemu langsung.

Dari kawasan tetangga ada Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe. Dari Eropa ada Perdana Menteri Republik Ceko Petr Fiala, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak. Dari Amerika Serikat, ucapan selamat juga sudah disampaikan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Matthew Miller.

Dalam hubungan internasional, ucapan selamat oleh suatu negara tidak sama dengan ucapan selamat dalam hubungan sehari-hari yang kerap kali hanya bersifat normatif. Dalam hubungan internasional, sebuah ucapan selamat apalagi yang menyangkut hasil pemilu, hanya menegaskan bahwa yang bersangkutan telah diakui kemenangannya.

Mirip seperti pengakuan kemerdekaan, ucapan selamat dari berbagai pemimpin dunia itu merupakan pengakuan mereka bahwa Prabowo Subianto telah terpilih sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia.

Ucapan selamat itu, menurut saya sebenarnya juga dapat diliihat sebagai buah dari kiprah diplomasi pertahanan Prabowo selama menjadi Menteri Pertahanan (Menhan). Secara meyakinkan dapat dikatakan bahwa Prabowo telah berhasil membangun hubungan dan komunikasi internasional yang baik.

Kunjungannya ke berbagai negara di Asia, Eropa, hingga Amerika bukan hanya sekadar untuk membahas rencana belanja alutsista, melainkan juga untuk membangun pertemanan internasional yang hangat. Tak mengherankan jika kini, negara-negara tersebut kemudian mengaku siap untuk membangun kerja sama dengan Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.

Dengan kata lain, ucapan selamat yang terus mengalir untuk Prabowo, sesungguhnya merupakan bantahan tegas atas narasi-narasi buruk yang menyebut seolah-olah dunia internasional tidak menerima kemenangan Prabowo-Gibran. Apalagi, sambutan dunia terhadap Prabowo tidak hanya terlihat dari ucapan selamat berbagai negara, melainkan juga dari pandangan positif pengamat luar negeri.

Profesor Hubungan Internasional dan Politik Komparatif Universitas Sydney, Justin Hastings misalnya, mengatakan Australia akan cepat bekerja sama dengan Prabowo karena kebijakan luar negerinya akan mengikuti kontur kebijakan pemerintah sebelumnya, yakni pemerintahan Jokowi.

Hastings juga menegaskan bahwa Prabowo akan menjadi Presiden pro-Indonesia, Presiden yang tidak condong atau anti dengan Amerika Serikat, Australia ataupun Tiongkok. Dengan Prabowo yang tidak begitu kritis terhadap AUKUS jika dibandingkan pemimpin Asia Tenggara lainnya, Hastings melihat prospek kesepakatan pertahanan Australia dan Indonesia akan lebih positif di bawah Prabowo.

Ekonomi Dunia Menyambut Prabowo

Selain ucapan selamat, hangatnya sambutan terhadap kemenangan Prabowo-Gibran juga terlihat jelas dari pasar ekonomi. Pasar keuangan Indonesia dan Wall Street merespons positif hasil Pilpres 2024 yang dimenangkan sekali putaran.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat. IHSG pada penutupan perdagangan pada Kamis (15/2/2024) ditutup di posisi 7.303,28. Indeks menguat 93,5 poin atau 1,30 persen.

Penguatan IHSG terjadi seiring dengan melesatnya saham bank big cap. Empat bank buku-IV dengan kapitalisasi pasar terbesar di IHSG kompak menguat. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) melonjak 2,08 persen, Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) naik 2,49 persen, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terapresiasi 2,13 persen, dan Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 1,29 persen.

Salah satu saham yang kenaikannya menjadi sorotan adalah PT PP (Persero) Tbk (PTPP), sebagai salah satu BUMN karya yang terimbas positif dengan kuatnya suara Prabowo-Gibran, baik di quick count maupun real count KPU.

Melesatnya saham PTPP disebabkan karena Prabowo akan melanjutkan program pembangunan era Presiden Jokowi, khususnya Ibu Kota Nusantara (IKN). Pada perdagangan Kamis lalu, saham PTPP melambung hingga 24,44 persen.

Sebagai penutup, selain memberi selamat atas kemenangan sekali putaran Prabowo-Gibran, bolehlah kita sedikit genit bermain tebak-tebakan. Dunia sudah menyambut dan menggelar karpet merah, lantas negara manakah yang akan menjadi tujuan kunjungan pertama Prabowo setelah terpilih sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia?

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas