Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pintarnya Strategi Iran Merebus Katak Israel dan Amerika di Timur Tengah
Iran memilih perang asimetris melawan hegemoni AS dan Israel, lewat strategi merebus katak dalam panci di Timur Tengah.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Lalu bagaimana jika terjadi sebaliknya? Semisal strategi merebus katak ini gagal, dan Iran kalah?
Tiongkok, Rusia, dan sejumlah negara musuh AS, khususnya di negara-negara Selatan tidak akan berdiam diri.
Bagaimanapun Rusia mengakui Iran adalah bagian kontrol terbaik untuk menciptakan keseimbangan ketika Moskow sedang bertarung di Ukraina.
Teheran memainkan peran sangat baik untuk mengontrol gerak Washington di peta konflik global. Di Irak, Lebanon, Yaman, dan Suriah, posisi Iran sangat signifikan dalam konteks ini.
Sementara ‘katak Israel' yang kecil, tertidur di air hangat, sembari terus memimpikan Israel baru, dengan cara membersihkan Gaza secara etnis.
Dia mempunyai rencana untuk mengembangkan Gaza, membangun kondominium mewah di sepanjang tepi pantai, dan membangun unit perumahan bagi pemukim baru.
Jared Kushner, sosok menantu mantan Presiden Donald Trump, termasuk satu di antara yang bersemangat mewujudkan impian itu bersama Netanyahu dan Partai Likud.
Namun, militer Israel dianggap belum memusnahkan Hamas, kekuatan bersenjata yang dominan di Gaza, dan masih mampu menimbulkan kerusakan signifikan pada militer Israel.
Hamas diperkirakan hanya terdegradasi kekuatannya sebesar 15-20 persen. Sebaliknya, Israel masih sangat tergantung pasokan senjata dan dukungan barat.
Pascakejadian 7 Oktober 2023, diperkirakan ada sekira 500.000 pemukim Israel, warga Yahudi yang tadinya datang, kembali lagi ke negara asalnya.
Ini memperlihatkan gejala kegagalan proyek pemukiman kembali warga Yahudi, lewat cara memperluas pendudukan wilayah Palestina.
Mobilisasi militer juga terkendala situasi yang membuat banyak orang Israel tidak nyaman menyangkut asa depan anak-anak mereka.
Gerakan penolakan yang muncul dari invasi Israel ke Lebanon pada 1982 telah bangkit kembali. Para wajib militer menolak untuk bertugas dan akibatnya dipenjara.
Pengecualian wajib militer bagi orang Yahudi ultra-Ortodoks diakhiri pada 1 April 2024; mereka mengancam untuk meninggalkan Israel.
Sementara kelangsungan hidup Israel pastinya bergantung pada orang-orang Yahudi yang pindah ke sana dari negara asal.
Jika perwakilan Yahudi ultra-Ortodoks mundur dari koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, hal ini dapat menjatuhkan pemerintahannya.
Ketegangan internal dalam masyarakat Israel meningkat, dipicu oleh tekanan sosial-ekonomi dan kekecewaan terhadap cara pemerintah menangani perang.
Perekonomian Israel sedang amburadul. Syikalnya menurun. Harganya adalah 3,60 ILS hingga 1 USD dari harga tertinggi 4,01 ILS hingga 1 USD, dengan kemungkinan penurunan lebih lanjut.
Defisit anggaran dan pinjaman telah meroket. Moody's menurunkan peringkat kredit Israel dari A1 menjadi A2 pada 9 Februari.
Industri pariwisata Israel telah terpuruk dalam krisis. Sebagian besar maskapai penerbangan besar tidak lagi terbang ke Israel.
Basis manufaktur dan pertanian Israel berukuran kecil. Israel memiliki akses terbatas terhadap sumber daya alam dan energi; hal ini bergantung pada jalur darat ke Yordania dan Mesir, dengan minyak dan gas Azerbaijan masuk ke Haifa dari Turki.
Iran melakukan hal yang sama terhadap Israel seperti yang dilakukan Israel dengan sanksi ekonomi.
Namun tidak seperti Israel, Iran memiliki pasokan minyak dan gas yang melimpah, 85 juta orang yang melek huruf dan berpendidikan yang tidak berencana untuk mengungsi, serta basis pertanian dan manufaktur yang kuat.
Teheran secara metodis membatasi perekonomian Israel. Pelabuhan Haifa termasuk dalam daftar target Hezbullah Lebanon.
Jika Haifa ditutup bersamaan dengan Eilat, Israel hanya akan memiliki jalur darat untuk pasokan makanan dan energi.
Bandara Internasional Ben Gurion dan bandara lainnya mungkin menjadi sasaran di masa depan. Ada aternatif lain, dan konon ini melibatkan Arab Saudi, Emirat Arab, dan Yordania.
Pasok logistik dari Asia tidak lagi melalui Selat Hormuz, tapi akan mendarat di pelabuhan Uni Emirat Arab, disambung via darat lewat Arab Saudi dan Yordania lalu tiba di Israel.
Apakah skenario terakhir ini akan berjalan mulus? Akan tergantung situasi global yang diciptakan Israel dan AS.
Tindakan provokatif, arogan, membabibuta Israel hanya akan melahirkan ketidaksukaan publik, dan elite Arab pasti akan mempertimbangkan hal itu demi kepentingan kekuasaan mereka.
Pembunuhan dua jenderal Iran di Damaskus, secara gambling mencerminkan kekhawatiran dan rasa frustrasi PM Netanyahu, yang merasa dunia sedang bersekongkol melawan Israel.
Langkah Netanyahu itu pasti mendorong Iran meningkatkan level perlawanan mereka, dan berpotensi mendorong mereka untuk menargetkan aset militer AS di sekitar mereka.
Meski begitu, Iran kemungkinan besar akan menghindari perangkap yang dilempar Netanyahu.
Sebaliknya, Iran mungkin memilih untuk memperketat cengkeraman ekonominya terhadap Israel, mungkin dengan menargetkan lokasi-lokasi strategis seperti Eilat, Haifa, dan Bandara Ben Gurion.
IRGC memahami perekonomian Israel tidak dapat menopang konflik yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, strategi mereka mungkin melibatkan eskalasi bertahap – yang secara perlahan membuat Israel marah.
Mereka akan bertindak melibatkan Hezbullah Lebanon, Hezbollah Suriah, Pasukan Mobilisasi Populer Irak, Ansarallah Houthi Yaman.
Ekonom Herbert Stein mengatakan, "Jika sesuatu tidak dapat berlangsung selamanya, maka hal itu akan berhenti."
Meskipun Israel masih jauh dari ambang kehancuran, tindakan IRGC yang disiplin dan penuh perhitungan terus meningkatkan ketegangan regional.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menimbulkan dampak yang signifikan bagi masyarakat Israel dan perekonomiannya – tanpa mereka sadari, Israel sudah seperti katak dalam kuali yang mendidih.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)