Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dag Dig Dug Kunjungan Paus Fransiskus
Paus Fransiskus tidak selincah para Paus pendahulu, misalnya melakukan tradisi mencium tanah tempat dia berkunjung dan juga soal kesehatan Sri Paus
Editor: Eko Sutriyanto
Hanya di Jakarta
Dengan keterbatasan fisik tersebut pula yang membuat jadwal Sri Paus relatif terbatas. Dari sejumlah diskusi di Jakarta dan Vatikan, Penulis mendapat kesimpulan aktivitas Sri Paus hanya akan dilakukan di Jakarta.
Waktu Sri Paus yang hanya empat hari tiga malam sudah pasti dijadwalkan bertemu Presiden Joko Widodo kemudian berdiskusi dengan sejumlah tokoh Islam di Masjid Istiqlal, berkunjung ke Katedral dan memimpin misa bagi umat Katolik di Gelora Bung Karno.
Oh, hampir lupa. Ketiga, tak seperti Kepala Negara lain yang pasti memilih menginap di hotel bintang lima, Sri Paus ini punya permintaan khusus yakni menginap di kediaman Nunsius Apostolik Takhta Suci untuk Republik Indonesia, Mgr Piero Pioppo di Gambir, tak jauh dari Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Dengan seluruh kegiatan difokuskan di Jakarta, bisa dibayangkan umat Katolik dari seluruh penjuru Indonesia akan tumplek blek meriung di Jakarta. Umat Katolik di Pontianak, Flores dan Yogyakarta yang telanjur berbinar-binar dikunjungi Paus, ya maaf saja.
Dalam hal protokoler, kunjungan Sri Paus kali ini juga relatif lebih rumit dibanding dua Sri Paus terdahulu karena saat itu dilakukan di masa Orde Baru yang sentralistik dan militeristik. Apa kata Presiden Soeharto maka semua beres. Kali ini, penulis lihat akan lebih rumit
Jika melihat posisi Sri Paus sebagai Kepala Negara sahabat maka Kementerian Luar Negeri (Kemlu) lah yang berhak di depan, pada sisi lain jika melihat posisi Sri Paus sebagai Pemimpin Umat, maka Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga harus berperan.
Ini belum termasuk Kementerian lain, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) yang entah ada di posisi apa terlihat jelas ada keinginan ikut-ikutan tampil memanfaatkan momentum kehadiran Sri Paus.
Dari seluruh kerumitan ini, kunjungan Sri Paus masih harus ditinjau terlebih dahulu oleh Gianluca Gauzzi Broccoletti, Kepala Keamanan dan Perlindungan Sipil Vatikan dan komandan Polisi Gendarmerie (Corpo della Gendarmeria).
Dengar punya dengar alumni Universitas Sapienza ini akan datang Juni mendatang, sekaligus melihat kesiapan lain, salah satunya urusan peliputan. Dalam kunjungan Sri Paus nanti sedikitnya ada 89 Vaticanisti, sebutan bagi jurnalis peliput Sri Paus.
Para Vaticanisti itu akan embeded alias mendampingi Sri Paus dari Roma hingga kembali ke Roma. Ironisnya, sampai saat ini dari seluruh Vaticanisti tersebut tak satupun jurnalis asal Indonesia. Lho kok bisa? Ya begitulah.
Bagaimana mau ada Vaticanisti dari Indonesia, jika sampai saat ini bahasa Indonesia yang sudah diakui sebagai bahasa resmi UNESCO belum menjadi salah satu bahasa layanan Vatikan. Justru bahasa Melayu yang lebih dikenal di Vatikan. Urusan remeh ini lah yang menjadi misi kami ke Vatikan April lalu.
*) Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya