Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Koordinasi Sat-set Jelang Kunjungan Paus Fransiskus
Indonesia dan Timor Leste maupun Indonesia-Papua Nugini memang harus mempersiapkan langkah sat-set agar para pelintas batas
Editor: Eko Sutriyanto
Urusan perlintasan antar negara ini tak sederhana karena harus memenuhi kaidah hukum nasional, reportnya Indonesia-Timor Leste maupun Indonesia-Papua Nugini berbatasan darat serupa halnya perbatasan kita dengan Malaysia alias berpeluang memiliki banyak jalan tikus karena keadaan topografi perbatasan.
Kita harus sadar keterbatasan anggaran negara menyulitkan pembangunan pagar batas wilayah dan pengawasan yang menjamin keamanan seperti halnya Amerika-Mexico, Israel-negara-negara tetangganya atau Korea Utara-Korea Selatan.
Alhasil untuk urusan peziarah nanti, Indonesia dan Timor Leste maupun Indonesia-Papua Nugini memang harus mempersiapkan langkah sat-set agar para pelintas batas wilayah antar negara ini benar, lancar dan mencegah masuknya peziarah ilegal.
Hal ini mutlak diperlukan karena sampai saat ini untuk urusan perlintasan antar negara ya hanya dua yakni menggunakan paspor atau surat perjalanan lintas batas (pas lintas batas). Di luar itu ya pelintas gelap.
Paspor adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara. Bagi pemilik Paspor Indonesia, sejak 25 September 2019, Pemerintah Timor-Leste telah memberlakukan bebas visa kunjungan wisata /kunjungan singkat 30 hari bagi WNI.
Sementara pas lintas batas hanya dimiliki para pelintas batas yaitu penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam Kawasan Perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui Pelayanan Lintas Batas Negara (PLBN).
Dalam hal ini, syarat paspor dan pas lintas batas akan menjadi isu besar bagi mayoritas umat Katolik NTT yang akan menyambut Paus. Proses pembuatan paspor butuh waktu dan biaya tidak sedikit, sementara pas lintas batas lebih sederhana namun butuh administrasi yang rapi di tingkat pelaksana
Apapapun itu sudah pasti baik Indonesia dan Timor Leste harus memikirkan proses masuk (pintu) berikut administrasi bagi WNI yang diperkirakan akan mencapai sekitar 30 ribuan orang. Mereka umumnya akan masuk ke Dili via jalur darat.
Tidak seperti WNI yang akan menuju ke Vanimo melalui darat hanya melalui PLBN Skouw, maka WNI yang akan ke Dili bisa melalui beberapa perlintasan a.l Mota’ain – Batugade, Haumusu C/Wini – Wini, Metamauk – Salele, Napan – Bobometo, Haekesak/Turiskain – Tunubibi dan Builalo – Memo.
Koordinasi antar negara perlu dilakukan agar para peziarah tidak mengalami penumpukan akibat proses administrasi. Penulis melihat urgensi adanya sosialisasi yang cukup dan intens dari berbagai stakeholder bagi para peziarah agar patuh aturan.
Tidak saja patuh namun juga menjamin kenyamanan, ini penting karena September besar kemungkinan sudah masuk pada kondisi cuaca panas. Pengalaman tragedi mudik Brexit (Brebes Exit) akibat kemacetan pintu keluar Tol Brebes Timur saat arus mudik Lebaran Juli 2016 jangan sampai terulang.
Sekadar mengingatkan paling tidak 17 orang tewas dalam tragedi Brexit, dan puluhan lainnya harus dirawat di rumah sakit. Penyebab korban meninggal dunia bermacam-macam, mulai akibat serangan jantung, keracunan karbon dioksida, hingga kelelahan.
*) Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya