Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Atur Ulang Kedudukan Polri Melalui Revisi UU Kepolisian

kedudukan Polri yang langsung di bawah presiden akan cenderung dipolitisasi dan disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Atur Ulang Kedudukan Polri Melalui Revisi UU Kepolisian
Istimewa
Dr Husni Thamrin SH MH, Advokat Badan Hukum DPP Partai NasDem Dosen HTN pada Program Pasca Sarjana Uniper 

(3) Kepres tersebut, yang menyatakan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam urusan yustisial dan dengan Departemen Dalam Negeri dalam urusan ketentraman dan ketertiban umum”. Adapun yang menjadi pertimbangan penempatan Polri langsung dibawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden adalah untuk terpeliharanya ketertiban dan ketentraman masyarakat serta kepastian hukum, dipandang perlu untuk meningkatkan integritas dan kemampuan profesional Kepolisian Negara Republik Indonesia dan telah menjadi kenyataan fungsi keamanan yang dilaksanakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan fungsi pertahanan yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia telah terpisah berdasarkan kebijakan pemerintah sejak 1 April 1999.

Selain itu, kedudukan Polri langsung dibawah Presiden juga diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia Dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 7 Ayat (2) yang menyatakan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden”.

Bertitik tolak dari ketiga Peraturan tersebut diatas (UU Kepolisian, Kepres, dan Tap MPR) maka dapat terlihat ada persamaan dan perbedaan yang sangat mendasar berkaitan dengan kedudukan Polri dalam sistem Ketanegaraan Indonesia. Persamaannya adalah ketiga mengatur bahwa Polri ditempatkan dibawah Presiden secara langsung. Sedangkan yang menjadi perbedaannya yaitu sebagai berikut: Pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia Dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya mengatur kedudukan Polri dibawah Presiden, tidak mengatur mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Polri langsung kepada Presiden dan juga tidak mengatur fungsi koordinasi Polri kepada Lembaga lain dalam menjalankan tugasnya.

Baca juga: Selain Iptu Rudiana, Kompol Galih Wardani Juga Diperiksa Propam Mabes Polri, Siapa Dia?

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur tentang kedudukan Polri dibawah Presiden, Mengatur pertanggungjawaban Polri dalam melaksanakan tugasnya langsung kepada Presiden, dan juga mengatur mengenai koordinasi Polri dalam pelaksanaan tugasnya kepada Lembaga negara lainnya (Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam urusan yustisial dan dengan Departemen Dalam Negeri dalam urusan ketentraman dan ketertiban umum).

Sedangkan dalan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia hanya mengatur kedudukan Polri dibawah Presiden dan Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada Presiden. Sedangkan kewajiban berkoordinasi dengan Lembaga Negara lain (Kejaksaan Agung dan Kementerian Dalam Negeri) dalam pelaksanaan urusanya ditiadakan.

Menempatkan Polri Langsung dibawah Presiden dan menjadikan Polri sebagai Institusi yang mandiri dalam UU Kepolisian tentunya diiringi dengan harapan agar Polri dapat membangun citra diri sebagai polisi negara yang juga berarti polisi rakyat, maka tentunya Polri harus dapat memeposisikan diri pada posisi yang tidak memungkinkan keberpihakan selain keberpihakan kepada hukum dan rakyat.

Pada tataran operasional teraktualisasi dalam bentuk kedekatan Polri dengan masyarakatnya, yang pada akhirnya Polri mampu mendapat kepercayaan yang besar dari masyarakat melebihi institusi negara lainnya.

BERITA REKOMENDASI

Selain itu, Polri juga harus menyadari adanya kenyataan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) POLRI yang terbatas tidak mungkin mampu mengamankan masyarakatnya yang demikian besar jumlahnya maka oleh karena itu Polri membutuhkan partisipasi masyarakat. Agar tercipta partisipasi masyarakat tersebut maka Polri terlebih dahulu harus dipercayai dan dicintai oleh masyarakat.

Akan tetapi, walaupun sudah 20 Tahun menjadi Institusi yang mandiri dan memiliki kekuasaan serta kewenangan yang sangat besar Polri belum mampu untuk menjadi Institusi seperti apa yang dicita-citakan pada saat merumuskan UU Kepolisian.

Bahkan akhir-akhir ini Polri menjadi institusi yang paling rendah mendapatkan kepercayaan masyarakat terutama berkaitan dengan penegakan hukum, perlindungan HAM, dan etika Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Polri. Bahkan terkadang Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak lagi menjadi pelindung bagi  rakyat tetapi cenderung pelindung kekuasaan, pelindung kejahatan, pelaku kejahatan serta diduga ikut dalam politik praktis yang diharamkan bagi Polri.

Beberapa waktu yang lalu Polri kembali kembali tercoreng dengan kasus yang sangat amat memalukan bangsa dan negara, tidak hanya kepada rakyat tetapi juga kepada negara Internasional, yaitu kasus pembunuhan berencana yang diduga dilakukan oleh seorang Pejabat Tinggi Polri beserta isteri dan para ajudannya kepada salah satu ajudannya pula.

Dalam kasus ini bagaimana dipertontokan buruknya ahlak seorang oknum Jenderal (FS) dengan jabatan Kepala Divisi Propam yang merupakan intitusi internal Polri yang bertugas menjaga nama baik Polri dan bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal.

Dalam hal ini termasuk ketertiban di lingkungan Polri, penegakan disiplin, dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggota Polri. Rakyat Indonesia tidak hanya dipertontokan sikap kejam dan pelanggar HAM, tetapi juga sifat yang munafik (pembohong) dengan membuat scenario palsu dan tidak bertanggungjawab.

Dalam perjalanan pengungkapan kasus ini tidak hanya terjadi pembunuhan berencana tetapi juga terjadi dugaan mengahalangi proses penegakan hukum dan bertindak tidak profesional yang melibatkan sangat banyak anggota Polri, mulai dari Perwira Tinggi, Perwira Menengah, hingga Bintara.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas