Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Terbitkan Izin Usaha Tambang untuk Ormas Keagamaan, Apakah Jokowi Bisa Dimakzulkan?
Presiden Joko Widodo diduga melanggar undang-undang dan berpotensi dimakzulkan karena menerbitkan izin usaha tambang untuk ormas keagamaan.
Editor: Choirul Arifin
Menyoal tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Yusri mengatakan, sebelumnya relinquish atau pelepasan lahan PKP2B dijadikan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN), untuk dapat dijadikan konversi energi dan cadangan ketahanan energi di masa depan.
"Tetapi muncul kebijakan aneh, lahan relinquish (pelepasan) justru akan diberikan kepada Ormas keagamaan. Perkiraan kami jika ini terjadi maka produksi batubara nasional pada akhir tahun 2024 akan mendekati 1 miliar metrik ton per tahun," ungkap Yusri.
Sebab, kata Yusri, berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) selama 3 tahun yang dikeluarkan oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM diperoleh jatah produksi tahun 2024 sebesar 922 juta metrik ton, pada tahun 2025 sebesar 912 juta metrik ton dan pada tahun 2026 sebesar 920 juta metrik ton yang merupakan produksi dari 508 IUP dan IUPK batubara, angka itu di luar produksi tambang Ormas keagaamaan jika berjalan. "Edan opo?" ketus Yusri.
"Padahal menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang dibuat oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dan dipertegas dalam Perpres Nomor 22 Tahun 2017 bahwa rencana produksi batubara nasional akan dikelola pada level 400 juta metrik ton per tahun dan akan dikurangi secara bertahap dengan meningkatkan porsi energi terbarukan, untuk tujuan menekan emisi gas buang kaca, tetapi faktanya terbalik, kok gak konsisten ya?" tanya Yusri.
Padahal, kata Yusri, diketahui khalayak bahwa Ketua DEN adalah Presiden RI, Ketua Harian DEN adalah Menteri ESDM dan Sekjen DEN adalah mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM.
Indonesia Cemas, Bukan Indonesia Emas
Lebih lanjut Yusri mengutarakan ia setuju dan memberi apresiasi kebijakan Mantan Menteri Lingkungan Hidup A Sonny Keraf, yang juga merupakan Ketua Tim DPR RI saat pembahasan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sedang wakil dari Pemerintah waktu itu tak lain adalah Dirjen Minerba Dr Simon Sembiring.
"Kalau IUP Eksplorasi otomatis menjadi IUP OP, termasuk Ormas keagamaan, maka yang terjadi produksi batubara nasional akan pada level 1 milyar metrik ton."
"Dengan cadangan 35.5 milyar metrik ton (2022-badan geologi) dan belum lagi dikoreksi atas harga, infrastruktur, kedalaman dan hilangnya akibat pengurangan overburden, distance terhadap keekonomian, maka saya yakin rasio produksi nasional sebatas 25 tahun sudah bagus," beber Yusri.
Menurut Yusri, ia setuju dengan pendapat Sonny Keraf bahwa nasib produksi batubara akan sama nasibnya dengan industri minyak bumi. EBT (Energi Baru Terbarukan) belum berhasil karena BPP (Biaya Pokok Produksi) masih tinggi.
"Atas dilema energi itu, kita akan pusing dan terjebak dengan kebijakan sendiri yang salah, daya jangkau masyarakat belum mampu diangkat untuk membayar harga listrik EBT. Akhirnya bukan “Indonesia Emas” yang terbangun tapi bisa terjadi “Indonesia Cemas”," ungkap Yusri.
Jokowi Harusnya Revisi UU Minerba, Bukan Terbitkan IUP Tambang
Sebelumnya, menyangkut organisasi kemasyarakatan (Ormas) bisa mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui perusahaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini tidak perlu ada.
Sebab, UU Nomor 3 Tahun 2020 sudah menyebutkan bahwa IUP bisa diberikan kepada perorangan, koperasi atau badan usaha berbadan hukum.
"Jadi UU itu sendiri sudah memberikan kemungkinan berusaha bagi setiap perusahaan yang berbadan hukum. Jadi kalau Ormas punya perusahaan berbadan hukum, otomatis berhak mengajukan IUP. Oleh sebab itu, menurut kami PP ini hanya tipu menipu penguasa kepada Ormas."
" Barangkali seolah-olah memberi imbal jasa atas dukungan politik yg berkuasa?," ungkap Mantan Dirjen Minerba Dr. Simon F Sembiring, Sabtu (1/6/2024) di Jakarta.