Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Hasyim Asy'ari, Relasi Kuasa dan Sindrom Cleopatra

DKPP menyatakan hubungan badan itu terjadi pada 3 Oktober 2023 di Hotel Van Der Valk, Amsterdam, ketika DKPP menyelenggarakan bimbingan teknis.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hasyim Asy'ari, Relasi Kuasa dan Sindrom Cleopatra
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari memberikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers pemecatan dirinya sebagai Ketua KPU oleh DKPP di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (3/7/2024). Dalam keterangannya, Hasyim Asy'ari hanya mengucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah memberhentikan dirinya sebagai Ketua KPU pasca diberhentikannya Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU oleh DKPP terkait kasus dugaan asusila kepada Anggota PPLN Den Haag. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra*

TRIBUNNEWS.COM - Bak petir di siang bolong, Hasyim Asy'ari dicopot dari jabatan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (3/7/2024).

Maka berkelindanlah di sini antara teori Relasi Kuasa dan Sindrom Cleopatra.

Dalam keputusan yang dibacakan Heddy Lugito, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini menyebut Hasyim terbukti melakukan pemaksaan hubungan badan terhadap seorang perempuan berinisial CAT (Cindra Aditi), anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Belanda wilayah Den Haag untuk Pemilu 2024.

DKPP menyatakan hubungan badan itu terjadi pada 3 Oktober 2023 di Hotel Van Der Valk, Amsterdam, ketika DKPP menyelenggarakan bimbingan teknis di Den Haag.

Eit, entahlah! Ternyata aku tidak tertarik dengan riwayat atau kisah Hasyim Asy'ari sekarang ini.

Misalnya, untuk mendesak CAT atau pihak mana pun melaporkan Hasyim ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

BERITA REKOMENDASI

Biarlah itu menjadi urusan mereka, meskipun potensi pelanggaran pidana itu ada.

Aku juga tidak tertarik mengomentari pelanggaran kode etik Hasyim karena faktanya mantan dosen Universitas Diponegoro (Undip) Semarang kelahiran Pati, Jawa Tengah, tahun 1973 ini sudah kerap terkena sanksi dari DKPP.

Baca juga: Jawaban Ketua KPU Diajak Korban untuk Cek Kesehatan usai Hubungan Badan: ‘Iyaa Siap Sayang’

Dikutip dari berbagai sumber, pada Maret 2023, DKPP memutuskan Hasyim melanggar kode etik karena pernyataannya soal sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. DKPP kemudian menjatuhkan sanksi peringatan kepada mantan anggota KPUD Jateng itu.

Pada April 2023, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim karena memiliki hubungan pribadi dengan Hasnaeni Moein alias Wanita Emas, Ketua Umum Partai Republik Satu.

Dalam putusan DKPP itu, Hasyim terbukti melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni pada 18 Agustus 2022 di mana tiket perjalanan ditanggung oleh Wanita Emas itu.

Jadi, terkait kasus wanita, bukan kali ini saja Hasyim terkena getahnya.

Lalu, pada Oktober 2023, Hasyim diberi sanksi peringatan keras oleh DKPP terkait keterwakilan calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

DKPP menganggap Hasyim tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam pembuatan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat (2) yang mengatur keterwakilan 30 persen caleg perempuan pasca-putusan Mahkamah Agung (MA), yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap aturan tersebut.

Padahal kala itu pendaftaran Pemilu 2024 sudah berlangsung.

Memasuki tahun 2024, tepatnya bulan Februari, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim dan enam anggota KPU lainnya lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.

Gibran berpasangan dengan capres Prabowo Subianto dan akhirnya terpilih.

DKPP menjelaskan KPU harus mengubah PKPU No 19 Tahun 2020 terlebih dahulu terkait syarat usia capres-cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023.

Namun, KPU justru langsung mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK tersebut.

Dus, Gibran yang baru berusia 36 tahun pun bisa tetap lolos pendaftaran meskipun PKPU belum diubah.

Pada Maret 2024, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim dan Komisioner KPU Mochammad Afifuddin karena tidak menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk memasukkan nama Irman Gusman ke Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2024.

Lantas, Mei 2024, DKPP kembali menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada Hasyim dan semua anggota KPU soal kebocoran ratusan data Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Enam anggota KPU yang juga dijatuhi sanksi itu yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Mereka semua dinyatakan melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.

Relasi Kuasa dan Sindrom Cleopatra

Aku juga tidak tertarik untuk mengomentari apa yang akan dilakukan Hasyim Asy'ari usai dipecat dan harus hengkang dari KPU, meninggalkan gaji dan tunjangan besar serta segala fasilitas yang melekat selama menjadi Ketua KPU.

Apalagi setelah Hasyim mengaku bersyukur, dan berterima kasih kepada DKPP yang telah membebaskannya dari tugas berat menyelenggarakan Pilkada 2024, 27 November mendatang.

Aku juga tidak tertarik mengomentari namanya yang sama dengan nama pendiri Nahdatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari. Sebab, perilaku Hasyim Asy'ari KPU ini bak bumi dengan langit jika dibandingkan dengan Hasyim Asy'ari kakeknya Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Aku juga tak tertarik mengomentari perilaku Hasyim yang terlihat religius, bahkan pernah menjadi Kepala Satuan Koordinasi Wilayah Banser Jawa Tengah periode 2014-2018, dan juga menjadi khatib salat Idul Adha 1445 H yang dihadiri Presiden Jokowi di Semarang, karena perilaku asusilanya itu jauh dari karakter religius.

Aku juga tak tertarik untuk bertanya apakah Hasyim terjebak sindrom harta, takhta dan wanita yang kerap menjangkiti seorang laki-laki? Betapa banyak laki-laki pejabat yang jatuh gegara perempuan. Kali ini menimpa Mas Hasyim.

Takhta bisa mendatangkan harta, dan sebaliknya harta bisa mendatangkan takhta. Harta dan/atau takhta bisa mendatangkan wanita. Begitulah teorinya.

Relasi Kuasa dan Sindrom Cleopatra

Bila kemudian aku ada sedikit ketertarikan atas kasus Hasyim ini, paling-paling cuma rasa penasaran apa motif CAT mengadukan Hasyim ke DKPP.

Bukankah pemaksaan hubungan seksual itu terjadi di sebuah kamar hotel tanpa diwarnai kekerasan fisik dan diklaim karena bujuk rayu?

Mengapa ketika Hasyim melancarkan rayuan mautnya, CAT tidak menghindar atau bahkan melarikan diri dari kamar hotel atau berteriak-teriak minta tolong orang lain?

Bukankah CAT dan Hasyim sudah sama-ssma dewasa? Ataukah memang ada relasi kuasa sehingga membuat CAT tak kuasa menolak bujukan Hasyim yang notabene atasannya, atau bahkan terjadi "rudapaksa"? Di sinilah muncul teori relasi kuasa.

Relasi kuasa adalah hubungan yang terbentuk dari berbagai pola relasi antar-manusia yang kemudian membawa suatu kepentingan dengan tingkat kekuasaan tertentu.

Menurut Maximilian Weber (1864-1920), sosiolog asal Jerman, kekuasaan adalah kesempatan atau peluang seseorang atau kelompok untuk mewujudkan keinginannya sendiri, bahkan jika harus melawan orang-orang atau golongan tertentu.

Dalam konsep relasi kuasa ala Michel Foucault (1926-1984), resistensi tidak berada di luar relasi kekuasaan. Setiap orang berada dalam kekuasaan, dan tidak ada jalan untuk keluar darinya.

Filsuf asal Prancis itu juga berpendapat, kekuasaan dan seksualitas saling mengintervensi. Kekuasaan adalah seks, seks adalah kekuasaan.

Apakah Hasyim terjebak teori Foucault ini, yang berkelindan dengan Sindrom Cleopatra yang kerap menghantui kaum perempuan?

Cleopatra, Ratu Mesir, lahir tahun 69 SM, adalah sosok yang menggunakan seks dan kecantikannya untuk berkuasa dan memenangi pertarungan politik.

Agar tidak terbuang dari lingkaran elite Istana Mesir, dia menikah dengan Ptolemeus XIII, saudaranya.

Untuk mengatasi kudeta yang dirancang pendukung saudaranya, dia bersekutu dan menikah dengan Kaisar Romawi Julius Caesar.

Setelah Julius Caesar terbunuh oleh Senat Romawi, Cleopatra merasa harus mencari pelindung lain agar bisa tetap menjadi ratu di Mesir. Pilihannya jatuh pada Mark Antony, teman Julius Caesar, dan kapten pasukan kavaleri yang mengontrol seluruh wilayah Romawi.

Apakah CAT juga terjebak Sindrom Cleopatra ini? Ternyata aku pun tak tertarik untuk mempertanyakannya lebih jauh lagi.

Ada sebuah teori, perempuan memberikan seks untuk mendapatkan cinta, laki-laki memberikan cinta untuk mendapatkan seks. Resiprokal.

* Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas