Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Antara Keberhasilan Program KB dan Menjaga Regenerasi

Kebijakan pemerintah meluncurkan program KB sejak tahun 1970-an dinilai telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Editor: Content Writer
zoom-in Antara Keberhasilan Program KB dan Menjaga Regenerasi
Istimewa
Kepala BKKBN, Dokter Hasto 

Oleh Rahmitasari Prastriyani, S.Sos *)

TRIBUNNEWS.COM -  Jagad media sedang dihebohkan dengan tajuk berita “BKKBN Mewajibkan Punya Anak Perempuan 1 dalam Keluarga”. Judul berita tersebut berseliweran dengan ragam komentar pro dan kontra dari masyarakat.

Sangat wajar apabila menimbulkan kehebohan di masyarakat. Mengingat, paparan informasi mengenai hal tersebut belum kentara benar. Untuk itulah, mari kita ulik sedikit, sebenarnya bagaimana kebenaran informasinya.




Belum lama ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dokter Hasto menyampaikan pernyataan yang cukup menggelitik masyarakat.

“Kami mempunyai target satu perempuan 'rata-rata' melahirkan satu anak perempuan," ujar Dokter Hasto saat menyikapi angka kelahiran (Total Fertility Rate = TFR) di Indonesia yang sudah mencapai angka ideal 2,1 pada saat kegiatan Media Briefing yang diselenggarakan di Hotel Santika Semarang, Jumat (27/06/2026).

Sebelumnya, mari kita garis bawahi bersama, penafsiran makna ‘rata-rata’. Pengertian rata-rata, merupakan perwakilan kuantitas dari sekelompok data.

Besar kecilnya nilai rata-rata dipengaruhi oleh jumlah semua data dan banyaknya data. Dari penjelasan epik ini, makna rata-rata tidaklah sama dengan pengertian wajib.

BERITA TERKAIT

Penjelasannya, bukan lantas bermakna satu keluarga wajib mempunyai anak perempuan. Bukan. Bisa jadi ada keluarga yang mempunyai dua anak laki-laki semua, atau justru mempunyai dua anak perempuan semua. "Kalau depan rumah saya punya anak perempuan dua, belakang saya gak punya anak perempuan, pas sudah."

Baca juga: Kepala BKKBN: Tidak Ada Kewajiban Melahirkan Satu Anak Perempuan

Demikian penjelasan lanjut Dokter Hasto saat ditemui di sela kegiatan “Sinergi dan Kolaborasi Tenaga Lini Lapangan untuk Mensukseskan Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Jawa Tengah” di Hotel Atria Magelang, Minggu (07/07/2024).

Keberhasilan Program Keluarga Berencana

Menghindari 4Terlalu dalam program Keluarga Berencana (program KB) yaitu menghindari Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak dalam perencanaan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi, merupakan tujuan dari program KB. Sebuah tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta menekan angka kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan.

Program KB juga berperan menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu, terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan.

Kebijakan pemerintah meluncurkan program KB sejak tahun 1970-an dinilai telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk Indonesia melambat dalam beberapa dekade terakhir.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, sepanjang 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen, menurun cukup tajam dibandingkan periode 1971-1980 yang sebesar 2,31 persen. Bahkan, laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2024 ini “hanya” 1,11 persen, persentase ini menurun 0,2 persen dari tahun 2023

Banyak faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penurunan laju penurunan penduduk di Indonesia. Salah satunya adalah penurunan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia.

Diketahui, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, angka TFR di Indonesia sudah mendekati angka standar 2,1.

Angka rujukan tersebut merupakan angka capaian ideal bagi seluruh negara yang kemudian disebut dengan istilah Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Jika TFR berada di bawah angka 2,1, maka penduduk cenderung akan mengalami penurunan jumlah. Namun jika TFR lebih dari 2,1, maka akan terjadi pertumbuhan penduduk.

TFR sendiri merupakan indikator penting yang mencerminkan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa reproduksinya. Nilai TFR menjadi acuan strategis untuk menilai efektivitas program KB dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu negara.

Baca juga: Kemenpora dan BKKBN Sinkronkan Program Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kepemudaan 2021-2024

Penurunan TFR, juga berperan penting dalam mencegah terjadinya ledakan kelahiran (babyboom) di masa pandemi Covid-19. Pandemi ini telah memicu kekhawatiran bersama akan lonjakan angka kelahiran akibat penurunan penggunaan alat kontrasepsi dan keterbatasan layanan kesehatan.

Meskipun demikian, tentu ada disparitas angka kelahiran (TFR) di berbagai daerah di Indonesia. Pembangunan dan akses informasi yang belum merata menjadi salah satu pangkalnya.

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (29/06/2024), dr. Hasto memaparkan, “Di Jawa (TFR) sudah 2,00 sekian ya. Di Jabar sudah 2,00 sekian. Sementara di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI 1,89. Jadi, pembangunan yang sifatnya asimetris harus disikapi bersama."

"Ada wilayah lain seperti NTT dan Papua yang anaknya masih banyak. Tapi di daerah Jawa rendah sekali," ungkapnya.

Ditambahkan Dokter Hasto, untuk itulah BKKBN berkomitmen untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah.

jHal ini dilakukan demi menjaga keseimbangan dan mencapai angka kelahiran ideal di seluruh wilayah Indonesia.

Lantas, apa pentingnya mempertahankan TFR di Indonesia jangan sampai lebih dari 2,1 dan anjuran rata-rata keluarga memiliki satu anak perempuan?

● Perencanaan Keluarga, TFR = 2,1 & NRR = 1

Fertilitas cenderung berkorelasi terbalik dengan tingkat pembangunan ekonomi. Secara historis, wilayah maju memiliki tingkat fertilitas yang jauh lebih rendah, yang umumnya berkorelasi dengan kekayaan, pendidikan, tekhnologi, arus informasi, dan faktor-faktor lain yang lebih besar.

Sebaliknya, di wilayah yang kurang berkembang, tingkat fertilitas cenderung lebih tinggi. Tingkat fertilitas juga lebih tinggi antara lain karena kurangnya akses ke alat kontrasepsi. Seperti diketahui, dikatakan suatu negara telah mencapai penduduk tumbuh seimbang, maka angka fertilitas atau TFR ideal sebesar 2,1. Maka, agar tidak terjadi de-populasi nilai Net Reproductive Rate (NRR) sebesar 1,00.

NRR sendiri adalah jumlah bayi perempuan yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya dengan asumsi bayi perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas dan pola mortalitas ibunya. Karena itulah ada korelasi kuat antara TFR dengan NRR. Bahasa mudahnya demikian: rata-rata kelahiran anak perempuan di masyarakat dianjurkan satu anak, tetapi dengan tetap mengupayakan di setiap keluarga memiliki anak rata-rata sebanyak dua anak.

Meskipun terdengar seperti mengatur kelahiran, tetapi begitulah pentingnya merencanakan suatu kehamilan.

Hak prerogatif memang milik Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi tidak ada salahnya merencanakan suatu kehamilan dalam keluarga.

Hal itu sejalan dengan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana) BKKBN, yang menitikberatkan kepada pentingnya merencanakan sebuah keluarga.

Dimulai dari memperhatikan asupan makanan bagi remaja untuk pertumbuhannya. Penting juga menjaga kesehatan pada setiap calon pengantin, menjaga kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui, dan memperhatikan asupan makanan bergizi bagi bayi dan anak.

Seperti rantai makanan, seluruhnya saling berkaitan erat. Tujuannya tentu saja untuk mewujudkan generasi emas 2045, serta menjaga agar regenerasi tetap berjalan baik.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas