Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rasa Keadilan Terusik Lagi, Kuli Bangunan Dipenjara, Anak Legislator Dibebaskan
Rasa ketidakadilan ini muncul lantaran di kasus pembunuhan yang tersangkanya adalah anak petinggi atau pejabat, divonis bebas
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Yulis
RASA keadilan kembali mengusik publik. Secara mengejutkan, majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang didakwa membunuh pacarnya bernama Dini Sera Afrianti (29).
Ronald Tannur adalah putra dari anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKB bernama Edward Tanur.
Majelis hakim yang terdiri dari Erintuah Damanik (Ketua), anggota majelis Heru Hanindyo dan Mangapul menyatakan, Ronald Tnanur tidak terbukti membunuh Dini Sera Afrianti.
Sebelumnya, jaksa menuntut hukuman 12 tahun penjara terhadap Ronald Tannur karena menganiaya dan melindas Dini Sera dengan mobil yang ditumpanginya di karaoke Blackhole KTV hingga tewas, pada tanggal 3-4 Oktober 2023.
Rasa ketidakadilan mencuat lantaran dari dakwaan dan tuntutan jaksa secara jelas diungkap tindakan penganiayaan Ronald Tanur kepada Desi. Ditampar, dipukul dengan botol minuman hingga dilindas mobil.
Hakim dalam pertimbangannya menyatakan tidak ada saksi yang melihat peristiwa yang terjadi di dalam lift hingga parkiran karaoke. Hakim menyebut tewasnya Dini Sera karena alkohol.
Padahal dalam persidangan, jaksa membawa bukti petunjuk berupa CCTV kendaraan yang ditumpangi Ronald Tanur melindas Dini Sera. Hasil visum terhadap korban juga dijadikan bukti. Bahwa tewasnya Dini Sera karena pendarahan hebat di hati karena luka.
Di saat bersamaan, publik kini mengungkit putusan hakim dari tingkat pertama hingga Kasasi terhadap delapan terpidana kasus tewasnya Vina dan Eky di Cirebon. Tujuh terpidana divonis seumur hidup dan satu terpidana divonis delapan tahun penjara.
Pada kasus Vina Cirebon, para pelaku yang sebagian besar adalah kuli bangunan, kini ramai-ramai mengaku mereka dipaksa mengakui tuduhan membunuh Vina dan Eky disertai pemerkosaan terhadap Vina pada 27 Agustus 2016.
Kejanggalannya justru, polisi sebagai penyidik tidak menjadikan CCTV sebagai bukti petunjuk. Polisi juga tidak melakukan visum terhadap Vina dan Eky. Bukti secara scientific pun minim sehingga diragukan apakah delapan pelaku yang sudah divonis itu adalah benar pelakunya.
Ditambah lagi dengan keberanian hakim Eman Sulaeman yang memutuskan penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan di kasus Vina dan Eky Cirebon tidak sah.
Rasa ketidakadilan ini muncul lantaran di kasus pembunuhan yang tersangkanya adalah anak petinggi atau pejabat, divonis bebas. Sedangkan di kasus Vina Cirebon, delapan orang yang sebagian besar adalah kuli bangunan diganjar seumur hidup dan 8 tahun penjara.
Hukum terasa tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Hakim sebagai kepanjangan tangan tuhan di muka bumi, seharusnya membuat keputusan seadil-adilnya. Dalam menjatuhkan vonis, hakim meletakkan rasa keadilan, dan nurani di atas segalanya.
Adagium hukum, lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada mengukum 1 orang yang tidak bersalah kita junjung setinggi-tingginya. Namun nurani hakim selama menyidangkan perkara, memeriska saksi, bukti maupun ahli, pasti bisa merasakan apakah terdakwa bersalah atau tidak.
Terlebih di perkara Ronald Tannur, Jaksa penuntut membawa bukti, petunjuk dan menghadirkan saksi yang membuat jaksa sangat yakin terdakwa adalah pelaku pembunuhan terhadap Dini Sera.
Masih ada upaya hukum yakni Kasasi. Kejaksaan secara tegas mengatakan akan ajukan Kasasi. Kita tunggu majelis hakim Kasasi di Mahkamah Agung (MA) menyidangkan perkara ini.
Kita beri kesempatan hakim Kasasi menyidangkan perkara ini secara tenang dan juga menggunakan hati nuraninya demi tegaknya keadilan di negeri ini.