Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Catatan Kritis Pidato Presiden Jokowi di Senayan pada Akhir Periode Kepemimpinannya
Presiden menyampaikan beberapa catatan keberhasilan dan capaian kinerja Pemerintah dalam mewujudkan program prioritas dan rencana pembangunan nasional
Editor: Dewi Agustina
Dari data tersebut, terdapat indikasi yang signifikan terhadap celah atau kekurangan dalam kepemimpinan Presiden untuk menciptakan kemerataan atau persamaan di bidang politik dan sosial (equality), sistem hukum yang berkeadilan (fair and justice), dan mengurangi pengaruh dari luar terhadap ketahanan negara.
Beberapa catatan terkait dengan ketidakpuasan juga dipengaruhi dari persepsi negatif yakni politik dinasti, kondisi ekonomi dan keuangan negara yang sulit dan semakin memburuk, serta kinerja penegakan hukum.
Beberapa data terkait kepuasan atau tingkat kepercayaan publik tersebut tentu agak sedikit berbeda dengan pidato Presiden yang menyampaikan beberapa keberhasilan di bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Presiden menguraikan secara singkat terhadap beberapa capaian kinerja Pemerintah seperti upaya dan strategi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup (ekonomi hijau), digitalisasi, elektrifikasi, pembentukan legislasi untuk penataan regulasi, perlindungan dalam tindak pidana kekerasan seksual, dan peningkatan kualitas dan integritas lembaga peradilan dan sistem penegakan hukum.
Capaian yang disampaikan oleh Presiden tersebut pada prakteknya memang agak kontras dengan apa yang terjadi di lapangan atau grassroots.
Dukungan Pemerintah terhadap pembentukan undang-undang seperti Omnibus Law (UU Cipta Kerja) belum memberikan hasil atau outcome yang nyata atau konkrit, misalnya dalam menyelesaikan permasalahan mafia pertanahan dan perizinan di bidang sumber daya alam.
Reformasi kultur dan struktur belum sepenuhnya terjadi di dalam penyelenggaraan Pemerintahan sesuai dengan prinsip Good Governance.
Namun lebih banyak kesan politisasi dan kurangnya profesionalisme dalam implementasi kerja yang sesuai dengan ketentuan dan program pengembangan Sumber Daya Manusia.
Penataan birokrasi berjalan, namun korupsi justru menjadi lebih buruk.
Hal ini oleh publik terlihat dari kegagalan dalam program pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, ditandai dengan terus menurunnya indeks persepsi korupsi Indonesia.
Program “bersih-bersih” ini belum memberikan kontribusi nyata, malah kemudian terdapat persepsi bahwa penegakan hukum dan korupsi hanya menjadi alat pemerintah dalam melanggengkan kekuasaan dan kewenangan.
Pembangunan Zona Integritas dan Zona Wilayah Bebas Korupsi dan Nepotisme seolah hanya sebuah standarisasi di atas kertas.
Hal ini ditandai dengan banyaknya petinggi atau pejabat yang tersangkut kasus korupsi yang kebetulan terjadi di tahun-tahun politik.
Ada kesan bahwa penegakan hukum justru dipolitisasi atau rawan intervensi kekuasaan.