Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konstitusi Nadi Ketatanegaraan: Refleksi Peringatan Hari Konstitusi
Hal ini mempertegas komitmen bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis bukan negara kekuasaan yang otoriter.
Editor: Hasanudin Aco
4. Integrasi antara Ideologi dan Praktik: Dalam pandangan Bung Karno, konstitusi tidak hanya mencakup aturan-aturan hukum tetapi juga harus mampu mengintegrasikan ideologi negara dengan praktik pemerintahan sehari-hari.
Konstitusi harus mencerminkan nilai-nilai ideologis yang mendasari negara dan memastikan bahwa prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan ke dalam kebijakan dan tindakan nyata.
Tantangan dan Dinamika Permasalahan Bangsa
Indonesia bertransisi dari pemerintahan otoriter ke pemerintahan demokratis dengan ditandai amandemen UUD 1945, antara tahun 1999-2002, opsi amendemen dipilih karena pandangan kesakralan UUD 1945 sebagai dokumen simbolik perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Meski sudah mengambil keputusan untuk mempertahankan UUD 1945, transisi Indonesia masih terlihat sebagai keberhasilan karena amandemen berhasil mendemokratisasi konstitusi dan mengadopsi prinsip konstitusionalisme.
Misalnya saja, perubahan yang terjadi menyebabkan adanya checks and balances di Indonesia dengan memberikan kontrol yang lebih besar kepada DPR.
Sekarang UUD 1945 terdiri dari 194 paragraf (ayat), hanya 29 yang asli dan selebihnya merupakan amandemen.
Kondisi ini menurut Koichi Kawamura, tidak ada lagi jejak bentuk asli UUD 1945 dan secara kuantitatif dan kualitatif hasil amendemen dinilai sudah mengganti UUD 1945 atau telah melahirkan sebuah konstitusi baru.
Terlebih setelah hampir 20 (dua puluh) tahun pelaksaannya UUD 1945 hasil amandemen tahun 1999-2002, diakui masih menyimpan potensi kelemahan baik bersifat materiil-substantif ataupun sekedar kekurangan formalitas-teknis.
Kelemahan aspek materiil-substantif hasil amendemen UUD 1945 dapat dilihat salah satunya berkaitan dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, yakni mengenai RUU yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden tetapi tidak disahkan Presiden.
Akibatnya beberapa undang-undang lahir tanpa pengesahan (tidak ditandatangani) oleh Presiden.
Polemik perubahan UUD 1945 sampai saat ini juga disebabkan UUD 1945 merupakan UUD sementara (kilat). Para founding fathers (pendiri bangsa) Republik Indonesia menyadari bahwa UUD yang mereka bentuk merupakan UUD yang bersifat sementara, sifat kesementaraan dihadapkan pada berbagai tantangan internal dan eksternal dan mendorong perubahan UUD, walaupun tidak melalui amandemen resmi.
Perubahan paling mencolok dimulai dengan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah status Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula badan yang semata-mata membantu Presiden, berubah menjadi badan dengan fungsi legislatif, demikian juga yang dilakukan melalui Maklumat Pemerintah tanggal 4 November 1945 yang mengubah sistem presidensil ke sistem parlementer.
Sifat kesementaraan UUD 1945 ini menandai krisis konstitusional dan krisis politik yang menimbulkan legal risk berupa produk-produk hukum seperti dekrit, surat perintah, Penetapan Presiden yang tentunya belum dikenal dalam hukum positif di Indonesia sesuai UUD 1945.