Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jokowi dan Serat Kalatidha
Kondisi Kasunanan Surakarta yang digambarkan Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
TERNYATA ada keserupaan yang sama antara kondisi Indonesia kini, atau di masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan kondisi Kasunanan Surakarta semasa Ranggawarsita, pujangga besar terakhir tanah Jawa, hidup antara tahun 1802 dan 1873 yang digambarkan dalam Serat Kalatidha atau Zaman Keraguan.
Banyak orang "ngedan" (berlagak gila) dan menerapkan ilmu "aji mumpung".
Ranggawarsita yang lahir di Kasunanan Surakarta pada 14 Maret 1802 diangkat sebagai Pujangga Kasunanan Surakarta oleh Sri Susuhunan Pakubuwana VII pada 14 September 1845.
Ia juga meninggal di Kasunanan Surakarta pada 24 Desember 1873, namun makamnya ada di Dusun Kebon, Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tak jauh dari Surakarta.
Jokowi juga lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961, namun selepas lengser pada 20 Oktober nanti ia akan tinggal di Colomadu, Karanganyar, yang berbatasan dengan Surakarta, karena di sana ia telah dibangunkan rumah yang merupakan pemberian negara kepada mantan presiden.
Kondisi Kasunanan Surakarta yang digambarkan Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha ternyata analog dengan kondisi kekinian bangsa ini di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi.
Dikutip dari sebuah sumber, Serat Kalatidha karya Ranggawarsita dikenal masyarakat Jawa sebagai ramalan atau "jangka" akan datangnya zaman edan (kerusakan), sebagaimana juga telah diramalkan Prabu Jayabaya, Raja Panjalu (Kediri), Jawa Timur, yang memerintah tahun 1135-1159 Masehi.
Syair atau Serat Kalatidha terdiri atas 12 bait dari tembang (lagu) Macapat Sinom.
Berikut Bait I dan Bait VII Serat Kalatidha karya Ranggawarsita dan terjemahannya:
Bait I
Mangkya darajating praja
kawuryan wus sunya-ruri
rurah pangrehing ukara
karana tanpa palupi
Ponang parameng-kawi
kawileting tyas malatkung
kongas kasudranira
tidhem tandhaning dumadi
Hardayengrat dening karoban rubeda
Artinya:
Sekarang derajat negara
terlihat telah suram
pelaksanaan undang-undang sudah rusak
karena tanpa teladan
Kini, Sang Pujangga
hatinya diliputi rasa sedih, prihatin
tampak jelas kehina-dinaannya
amat suram tanda-tanda kehidupan
Akibat kesukaran duniawi, bertubi-tubi kebanjiran bencana
Bait VII
Amenangi jaman edan
ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
yen tan melu anglakoni
boya kaduman melik
kaliren wakasanipun
Dilalah kersa Allah
begja-begjaning kang lali
luwih begja kang eling lan waspada.
Artinya:
Menghadapi zaman edan
keadaan menjadi serba sulit
turut serta edan tidak tahan
apabila tidak turut serta melakukan
tidak mendapatkan bagian
akhirnya menderita kelaparan.
Sudah kehendak Tuhan Allah
betapa pun bahagianya orang yang lupa
lebih berbahagia mereka yang sadar dan waspada