Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Keterbukaan Sebagai Penguat Kredibilitas Polri
Komisi III DPR menerima pengaduan dari keluarga almarhum Bayu Adhityawan yang merupakan tahanan di Kepolisian Resor Palu Kota.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh sebab itu, salah satu tugas utama Polri adalah hal untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sekaligus memberikan perlindungan.
Dalam beleid tersebut, paradigma tentang Polri diubah menjadi sebuah institusi yang dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimana Polri menjadi sebuah institusi sipil dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
Paradigma baru ini kemudian dijabarkan juga dalam berbagai ketentuan, termasuk Grand Strategy Polri (2005-2025), yang berupaya menciptakan Polri yang mandiri, profesional, kredibel, dan humanis.
Reformasi kultur merupakan agenda yang tampaknya masih akan menemui jalan panjang dan berliku. Tidak mudah tentunya mengubah sebuah kultur dan stigma yang telah lama ada.
Namun, kita tentu tetap optimis dan berharap kepada Polri yang sebenarnya semakin hari semakin terbuka dan membaik.
Angka kepercayaan masyarakat masih tinggi kepada Polri, dan tentunya harus dijawab dengan kinerja yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sesuai aturannya, tindakan represif masih merupakan opsi dalam hal pengamanan atau upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
Hal penggunaan diskresi tersebut sebenarnya merupakan hal yang wajar asalkan dilakukan sesuai aturan atau sebagai jalan terakhir (last resort) atau dipandang perlu.
Diskresi perlu dipertanggungjawabkan dan dilaksanakan sesuai prinsip good governance dan tentunya Kebijaksanaan sesuai asas-asas dalam Pancasila dan UUD NRI 1945.
Selain itu, perlu ada sebuah kesadaran penuh bahwa ketika dilakukan sebuah penahanan atau upaya paksa sesuai dengan KUHAP, maka hal tentang jaminan perlindungan merupakan tanggung jawab negara, dalam hal ini penyidik Polri. Bilamana terjadi sebuah tindak pidana atau kekerasan di dalam maka menjadi tanggung jawab penyidik.
Hak-hak tersangka temasuk dalam jaminan keselamatan dan kesehatan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Hal ini sesuai juga dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia) dan penerapan asas-asas hukum yakni Non-Diskriminasi atu Equality before the law.
Apapun konteksnya, jaminan pelindungan keamanan dan ketertiban memang telah menjadi tanggung jawab Polri atau negara sesuai dengan ketentuan.
Kita semua tentu berharap bahwa Polri yang merupakan anak yang lahir dari reformasi dapat terus meningkatkan kinerjanya, tidak saja terkait dengan kualitas namun juga kapasitas, integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Masyarakat menantikan keterbukaan Polri dan akuntabilitasnya serta kemampuan Polri untuk menjadi pelindung dan pengayom masyarakat yang bersih dan berwibawa. (*)