Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, 'Lagu Pilu Diputar Lagi'
Memang agak mengherankan memang, kala Golkar tampil mengesankan di pileg dengan menempati posisi kedua setelah PDIP, di pilkada satu persatu rontok
Editor: Eko Sutriyanto
Biaya mahal karena paslon beli suara dan perahu yang artinya masalahnya bukan pada sistem tapi pada perilaku.
Paslon dikejar kemenangan bukan keinginan kompetisi yang jurdil dengan target harus menang itu maka proses jurdil diabaikan.
Suara dibeli, perahu dibayar, penyelenggara disuap. Dalam hal ini, masalahnya bukanlah pada biaya mahal tapi pada tata kelola dan moralitas partai dalam mengusung paslon.
Pilkada langsung, sebenarnya, adalah amanah dari para pendiri bangsa.
Dalam pasal 23 UU No 1/1957 dinyatakan '‘Pada pokoknya seorang Kepala Daerah itu haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal oleh masyarakat daerah yang bersangkutan itu dan karena itu Kepala Daerah haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu.
Berhubung dengan itu, maka jalan satu-satunya untuk memenuhi maksud tersebut ialah bahwa Kepala Daerah itu haruslah dipilih langsung oleh rakyat dari Daerah yang bersangkutan.
Maka dan oleh karena itu, sudah seharusnya kita memberlakukan pilkada ini sebagai amanah dari para pendiri bangsa. Yang harus dijaga dan diperlakukan dengan hati-hati. Jangan karena 'ngambekan' kalah dalam pilkada lalu minta pilkada langsungnya diganti.
Para pemimpin dan pendiri bangsa kita dahulu berpikir dan mendesain Indonesia dengan memandang masa depan, kini, mengapa pemimpin dan elit bangsa ini berpikir dan mendesain Indonesia dengan masa lalu.