Kisah Nenek Martun, Menggantungkan Hidup pada Daun Singkong dan Air Langit
Bahkan kadang saat dirinya sakit, ia tak bisa makan dan hanya meminum air dari sumur atau menunggu air turun dari langit (air hujan).
Editor: Mohamad Yoenus
Meski harus seperti kerbau ke comberan juga tidak masalah. Karena tidak ada satupun orang bisa diharapkannya.
Mencari daun singkong liar tidak mudah bagi perempuan tua yang harus bergerak dengan alat bantu itu.
Namun demi menyambung hidup, dia rela melakukannya. Namun alangkah, mirisnya hati mendengar harga jualnnya yang hanya dihargai pembeli Rp 250 rupiah per ikatnya.
Sama sekali tidak sebanding dengan usaha yang dilakukannya untuk mendapatkan daun singkong.
Sementara harga di pasaran sekitar Rp 2.000 hingga 2.500 rupiah.
Namun Martun memikirkan, karena dirinya sudah tak sanggup ke pasar, lebih baik menjual berapapun harganya.
Meski jarak berkisar 800 meter untuk menuju jalan raya, namun baginya amatlah jauh.
Karena untuk keluar jalan raya, dia harus beristirahat selama 4 kali.
Tantangannya bukan itu saja, ternyata saat tiba dijalan raya, taksi pun tak mau berhenti.
"Sekarag mau ke pasar saja susah, keluar jalan raya 4 kali istirahat saya, mau naik taksi tapi gak ada yang mau nyinggahi saya. Mungkin dikira sopir taksinya tukang minta-minta. Ya maklumlah saya sudah seperti ini," cerita Martun.
Bahkan terakhir dia mencoba keluar jalan raya untuk ke pasar urung dilakukan.
Karena sampai di luar di jalan raya, dia merasa tidak kuat lagi dan sempat duduk di trotoar.
Saat itu, sempat tukang sayur keliling memberikannya tempe dan jagung saat melintas.
"Kemarin saya mau keluar itu. Gak kuat lagi, ya duduk ditrotoar saja. Untungnya ada tukang sayur baik , tukang sayur itu sempat tanya mau kemana, ya saya jawab ke pasar. Lalu tukang sayur itu lebih baik gak usah, terus dikasi tempe dan jagung. Saya disuruh pulang, ya pulang lah saya," katanya.