TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementrian Keuangan (Kemenkeu) belum bisa mencairkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 200 miliar untuk PT Merpati Nusantara Airline (MNA). Pasalnya, Kemenkeu masih belum menerima rencana bisnis (bussines plan) Merpati yang baru.
Merpati mengubah rencana bisnis dengan pergantian pimpinan di perusahaan plat merah tersebut. Pada 14 Mei lalu, Sardjono Jhony Tjitrokusomo resmi diganti Rudy Setyopurnomo sebagai Direktur Utama PT MNA.
Nah, sebelum tambahan modal Merpati bisa turun, perusahaan harus melaporkannya ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Hasil penilaian dari PPA kemudian akan masuk ke Kementerian BUMN, lalu ke Kemenkeu, kemudian mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto mengaku baru mendapat kabar terhadap perubahan rencana bisnis Merpati pada Kamis malam (1/11). "Baru saya denger tadi malam malah. Belum direview oleh PPA. Dan kita juga belum dapat penjelasannya," katanya, Jumat (2/11)
Menurut Hadiyanto lamanya pencairan modal tersebut tidak akan memperburuk keadaan Merpati. Dia mengatakan pihaknya akan melihat dulu apakah rencana bisnis tersebut layak atau tidak.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mafhum. Ia berkata sudah menjadi ciri khas Merpati untuk mengubah rencana bisnis perusahaan seiring dengan pergantian Dirutnya.
Agus mengatakan bahwa perubahan rencana bisnis Merpati yang sekarang baru sampai di Menteri BUMN dan belum sampai ke Menkeu.
"Kalau seandainya PMN nanti disetujui oleh DPR saya akan minta kepad Pak Sekjen atau Dirjen untuk lihat bussines plannya yang sama atau tidak dengan pada saat diusulkan. Saya dengar kelihatannya malah beda. Tapi belum bicara sama Menkeu, masih di Kementrian BUMN," ujar Agus.
Agus menjelaskan, dirinya sudah meminta adanya service level agreement (SLA) atau kesepakatan tingkat layanan terkait molornya pencairan tambahan modal Merpati karena sudah di akhir tahun.
"Itu sesuatu yang saya sudah minta ada service level agreement sama teman-teman. Tapi saya tidak bisa ikut campur karena itu UU," kata Agus. (*)
BACA JUGA: