TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bankir tersenyum senang. Kendati terhadang likuiditas ketat dan kredit seret, sejumlah bank besar masih mampu membukukan kinerja kinclong. Coba lihat rapor kinerja Bank Central Asia (BCA) dan Bank BNI. Dua bank jumbo ini mampu meraih kenaikan laba tinggi. Hingga September 2014, BCA meraup laba bersih Rp 12,2 triliun.
Laba bank grup Djarum ini tumbuh 17,7 persen dari perolehan laba pada periode sama tahun 2013 yang sebesar Rp 10,4 triliun. Nasib mujur juga dialami BNI. Bank pelat merah ini mencatatkan pertumbuhan laba 16,4 persen menjadi Rp 7,61 triliun hingga kuartal III tahun ini.
Yang patut dicermati, laba bank mampu tumbuh lebih tinggi dari kemampuan bank menggenjot kredit. Sesuai ramalan Otoritas Jasa Keuangan, kredit seret masih membayangi perbankan. Hingga September, kredit BCA hanya naik tipis 10,6 persen menjadi Rp 330,67 triliun. Sementara, BNI mampu mengerek kredit mencapai Rp 267,94 triliun, tumbuh 14,1 persen secara tahunan.
Gatot Murdiantoro Suwondo, Direktur Utama BNI, mengatakan, kontributor utama laba bersih adalah kenaikan pendapatan bunga bersih atawa net interest income (NII) sebesar 18,6 persen menjadi Rp 16,39 triliun. Alhasil, "Pendapatan operasional naik 13 persen menjadi Rp 23,68 triliun," ujar Gatot, Kamis (30/10/2014).
Sedangkan, laba BCA ditopang oleh kenaikan margin bunga bersih (NIM) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 6,5 persen. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, menyatakan, kenaikan NIM tertopang imbal hasil aset produktif yang disalurkan ke pembiayaan konsumer terhadap total aset produktif. "BCA berhasil mempertahankan kinerja solid di tengah periode transisi politik maupun ekonomi," ucap Jahja.
Likuiditas seret
Kendati sukses mendongkrak laba, BCA dan BNI masih menghadapi ancaman likuiditas ketat. Pasalnya, hingga sembilan bulan pertama tahun ini, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih lebih rendah dibandingkan kenaikan kredit. Alhasil, rasio likuiditas atau loan to deposit ratio (LDR), mulai merangkak naik.LDR BCA naik tipis ke level 75,9% per September, dari posisi 73,9 persen.
Sedangkan, LDR BNI naik dari 84,7 persen menjadi 85,7 persen. "Rasio kredit BCA terhadap DPK masih pada level sehat," tukas Jahja. Agar likuiditas terjaga, BCA memumpuk secondary reserve senilai Rp 74,3 triliun. Angka itu setara dengan 17,2 persen dari total DPK. Kendati likuiditas ketat, baik BCA dan BNI akan memperkuat modal di tengah ketidakpastian ekonomi.