TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- E-commerce kini merambah dunia keuangan dan pasar modal di tanah air. Portal Finansial Bareksa.com merilis Marketplace Reksa Dana Online.
“Ini merupakan marketplace terintegrasi untuk reksa dana yang pertama kali ada di Indonesia. Di platform Bareksa, pengguna bisa sekaligus mengakses informasi, analisis, berita, data, dan widget keuangan, sekaligus melakukan jual-beli reksa dana secara online,” kata Karaniya Dharmasaputra, Founder dan CEO Bareksa.
Dalam mengelola marketplace ini, Bareksa menggandeng Buana Capital, perusahaan sekuritas anggota Bursa Efek Indonesia, sebagai agen penjual.
Di tahap awal ini, untuk produk-produk reksa dana yang dipasarkan, Bareksa bermitra dengan delapan perusahaan manajemen aset terkemuka, baik asing maupun lokal. Kedelapan perusahaan tersebut adalah Pratama Capital, Trimegah Asset Management, CIMB-Principal Asset Management, Syailendra Capital, Sinarmas Asset Management, Ciptadana Asset Management, Sucorinvest, dan Mega Asset Management.
Hingga akhir Januari ini total akan ada 47 reksa dana yang dipasarkan. Jenisnya meliputi reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap, pasar uang, indeks, termasuk reksa dana syariah.
Jumlahnya, kata Karaniya, akan terus bertambah. “Beberapa Manajer Investasi lain, baik yang asing maupun lokal, sedang melakukan due dilligence atas platform kami dan telah berkomitmen untuk segera bergabung.”
Karaniya berharap kehadiran marketplace reksa dana ini dapat mengubah pola pikir masyarakat kita dari menabung ke investasi, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju.
“Sudah bukan jamannya lagi berpikir bahwa menabung atau mendepositokan uang di bank akan melipatgandakan simpanan kita,” kata pria yang merupakan pendiri dan mantan CEO Portal VIVA ini.
Data Bareksa menunjukkan tahun lalu bunga deposito perbankan tergerus laju inflasi dan berada jauh di bawah return reksa dana.
Pada tahun 2014, indeks reksa dana saham dan saham-syariah menghasilkan return masing-masing 24,01 persen dan 21,36 persen. Sementara itu, bunga deposito rata-rata bank BUMN periode 12 bulan hanya 8,7% per tahun (berdasarkan data Bank Indonesia per Oktober 2014). Perlu dicatat, itu belum memperhitungkan bahwa bunga deposito yang diterima nasabah masih akan dipotong pajak penghasilan (PPh) sebesar 25% dan biaya administrasi bank.
Sementara itu, angka inflasi tahunan per akhir November 2014 mencapai 6,24 persen. Artinya, di tahun kemarin return yang diperoleh dari bunga deposito hampir tergerus habis oleh inflasi. Jika dikurangi pajak, bunga deposito yang diperoleh hanya sekitar 6,52 persen.
Karaniya meyakini potensi dunia investasi-online di Indonesia sangat besar. “Indonesia pasti akan bergerak mengikuti jalan yang telah ditempuh negara-negara maju,” katanya. “Dan Internet akan menjadi akselerator.”
Saat ini, penetrasi investasi di Indonesia memang masih relatif rendah. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tahun 2013 total dana kelolaan reksa dana di Indonesia sekitar Rp192,5 triliun. Dibandingkan negara-negara lain, angka itu tergolong kecil. Itu cuma sekitar 2% dibandingkan PDB Indonesia. Padahal, di Amerika Serikat total AUM sudah mencapai 82% PDB, Malaysia 49,6%, Thailand 20,3%, dan Filipina 19,5%. Di Singapura, bahkan sudah mencapai hampir 500% dari PDB.
Jumlah investor reksa dana di Indonesia pun masih relatif sedikit. Diperkirakan baru sekitar 162 ribu orang. Artinya, ini cuma sekitar 0,07% dari total populasi. Jauh di bawah AS yang telah mencapai 85%, Malaysia 51%, dan bahkan Thailand yang sudah 2,2%.