Saya membuat di Indonesia orang bisa bepergian dengan murah. Kalau dianggap saya tak punya nurani, dari mana mereka bisa bepergian sekarang dari kota A ke kota B; tujuan apa pun dengan harga tiket terjangkau?
Kalau kita bicara nurani soal pelayanan, itu subjektif. Nurani yang harus kita pertahankan adalah bagaimana orang itu jangan kita kurangi kemampuannya dalam membeli. Kita jangan jual dengan harga mahal, bagaimana harga tetap terjangkau.
Kalau seandainya orang suka atau tidak suka, itu subjektif. Yang objektif adalah how they can build an airport to buy the ticket that pays and brings to any destination.
Kita bikin Medan-Nias dan Medan-Sibolga. Istri ajak pulang kampung ke Sibolga. Saya malas. Dari Jakarta ke Medan dua jam lebih, dari Medan naik kendaraan lagi. Kalau saya browsing, ada Wings Air.
Sekarang saya susur dua kampung. Itu bicara orang punya uang. Jangan bicara lagi soal tidak punya uang.
Dulu, orang Padang yang terbang hanya orang Semen Padang dan Universitas Andalas. Sekarang semua orang bisa terbang. Makassar-Kolaka, misalnya, dengan penerbangan hanya 45 menit, kalau enggak 16 jam.
Kita menerbangkan 110.000 penumpang, 800 penerbangan per hari, dengan OTP (On Time Performance) 75 persen. Hampir 60 kota kita terbangi di Indonesia; dari Banda Aceh sampai Merauke, dari Lhokseumawe sampai Nabire, dari Melanguane sampai Ende