Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan ribu pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL), salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, kini terancam kehilangan pekerjaan di tengah kondisi perusahaan yang sedang dalam proses pailit.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa usai keputusan pailit dijatuhkan, aktivitas bisnis Sritex langsung terhenti.
Begitu Sritex dinyatakan pailit, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan langsung memblokir aktivitas perusahaan karena Sritex berada dalam kawasan berikat.
Baca juga: Sempat Elu-elukan Prabowo hingga Menangis Massal, Kini Nasib 50 Ribu Buruh Sritex di Ujung Tanduk
"Tidak boleh ada arus barang masuk (dan) keluar," kata Yeka ketika ditemui Tribunnews di Hotel Le Meridien Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Bahan baku termasuk barang yang tidak diizinkan masuk. Akibatnya, Sritex hanya memiliki waktu sekitar dua hingga tiga pekan sampai bahan baku yang sekarang dimiliki habis.
Dampak langsung dari kebijakan ini adalah diliburkannya 2.500 karyawan Sritex, dengan kemungkinan lebih banyak lagi bisa mengalami hal serupa jika masalah bahan baku tidak segera teratasi.
Jumlah karyawan yang sekitar 20 ribu itu pun terancam diliburkan jika bahan baku benar-benar habis dalam dua hingga tiga pekan ke depan.
"Kalau sudah itu bahan baku habis bagaimana? Ya, tidak ada lagi yang dikerjakan oleh karyawan. Nah pertanyaannya, kalau seperti begitu, apa yang akan terjadi? Boleh dong Ombudsman berpikir, mewaspadai, munculnya PHK besar-besaran," ujar Yeka.
"Tapi perusahaan berdalih tidak akan PHK kalau itu terjadi, akan diliburkan, tapi dibayar gajinya. Itu kan biaya beban, mau sampai kapan? Itu pertanyaannya," lanjutnya.
Yeka pun mempertanyakan pemerintah yang dianggap belum memiliki rencana jelas untuk menyelamatkan Sritex.
Baca juga: Sritex Pailit, BNI Minta Pembentukan Panitia Kreditor
Pemerintah dinilai harus segera turun tangan jika mereka serius ingin menyelamatkan Sritex.
Ada batas waktu yang tidak bisa ditunda-tunda, yaitu selama dua hingga tiga pekan tersebut sampai bahan baku bisa habis dan aktivitas produksi berhenti total