Wulan menyadari bahwa penjualan baju muslim di dalam negeri bersaing ketat. Di situlah, dia menekankan pentingnya inovasi dan branding. Tiap bulan, ia menelurkan desain model baju muslim terbaru.
Karena tak punya latar belakang desainer, Wulan rajin melihat referensi desain baju muslim di internet. Awalnya, ia mempercayakan desain pada ibunya yang memang hobi menjahit. Sekarang, ia sudah punya tim desain yang dipercayai untuk memperbaharui model produk Miulan Hijab. Akan tetapi, sentuhan akhir, terutama pada bagian warna, tetap berada di tangan Wulan.
Wulan cenderung memilih warna cerah untuk produk Miulan Hijab. Ini disesuaikan dengan target pasarnya, yakni perempuan mulai 17 tahun sampai ibu muda berusia 35 tahun. “Warna cerah menunjukkan bahwa konsumen Miulan Hijab adalah orang-orang yang penuh semangat,” tutur sulung dari empat bersaudara ini.
Sampai saat ini, Wulan mengaku masih kesulitan memenuhi permintaan pasar. Dari pengalaman, Wulan bilang, usaha baju muslim bisa naik hingga tiga kali lipat saban tahun. Apalagi menjelang Lebaran, permintaan sangat banyak. Dia pun menggaet mitra usaha yang bisa mendukung bagian produksi. “Saya tidak bisa bikin stok karena produk Miulan selalu habis, jadi mau tak mau harus kerjasama dengan orang lain,” kata perempuan yang kini mempekerjakan 32 karyawan ini.
Untuk mengatasi kewalahan dalam bidang produksi, Wulan punya strategi jitu. Ia sempat curhat pada ibunya mengenai kendala tersebut. Lalu sang ibu menyarankan agar Wulan minta bantuan ibu rumahtangga.
Mulai tahun lalu, ia memberdayakan ibu rumahtangga yang tinggal di sekitar rumahnya. Para ibu rumahtangga tersebut bertugas untuk membuat aksesori yang akan ditempelkan di baju. “Saya memberi bahan dan alat untuk membuat hiasan bunga, lalu mereka kerjakan di rumah,” jelasnya.
Saat ini, ada sekitar 40 ibu rumahtangga yang diberdayakan oleh Wulan. Dalam sehari, ibu rumahtangga itu bisa memperoleh penghasilan sekitar Rp 30.000–Rp 40.000 dengan membuat aksesori kerudung.
Berkat kegigihannya dalam usaha, Wulan mendapat penghargaan wirausaha dari sebuah bank untuk kategori bidang usaha kreatif. Di masa mendatang, Wulan berharap produknya bisa dipakai hingga luar negeri. “Saya juga berharap anak muda tidak menyia-nyiakan waktu tak jelas, tapi berkar-ya sehingga semakin banyak produk Indonesia bisa go international, “ ujar Wulan.
Diminta menjadi PNS
Sudah lima tahun lebih Tsummadana Wulan Setyoningrum malang melintang menjadi pengusaha baju muslimah. Ternyata, kesuksesannya tak mengubah pendirian orangtua yang menginginkan Wulan jadi pegawai negeri sipil.
Wulan bercerita, sejak lama orangtuanya, Supartono dan Mustami, berharap ia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) seusai mendapat gelar sarjana. Namun, karena merasa asyik jadi jadi pengusaha, Wulan mencari dalih. “Saya bilang mau melanjutkan kuliah, setelah itu baru jadi PNS,” ucap perempuan berusia 24 tahun ini.
Wulan memahami keinginan orangtuanya tersebut. Sebagai orangtua, mereka melihat, pengusaha merupakan pekerjaan yang kurang jelas karena pendapatan kerap tidak menentu.
Di sisi lain, Wulan merasa bertanggung jawab terhadap karyawan dan orang-orang yang menjadi distributor dan reseller Miulan Hijab. “Kalau saya berhenti, mereka jadi terhenti juga usahanya. Saya tidak mau itu,” ungkap dia.
Maka, setelah tamat kuliah dari Udinus, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan Magister Manajemen di Universitas Diponegoro. Wulan ingin memantapkan pengetahuannya dalam bisnis. Ia juga bersyukur ada moratorium penerimaan PNS. Sebab, itu berarti, ia bisa melanjutkan passion-nya sebagai wirausahawan.