TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beredarnya beras plastik yang diduga berasal dari beras impor, memiliki nilai positif.
Sisi positifnya, beras plastik menambah nilai beras dalam negeri. Sebab, konsumen kian percaya atas produk pangan aman asli lokal.
Beras plastik yang diduga berasal dari beras Tiongkok memicu dampak psikologis masyarakat untuk mengkonsumsi beras lokal. Meskipun sampai saat ini beras plastik belum bisa dibuktikan kebenarannya berasal dari Tiongkok.
Namun, temuan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) di penggilingan beras kecil (petani) tidak ditemukan beras plastik.
Artinya, dugaan sementara beras plastik bukan dihasilkan dari produksi lokal. Winarno Tohir, Ketua KTNA menjelaskan, hikmah yang bisa didapat dari beredarnya beras plastik di pasar adalah kepercayaan masyarakat akan produksi beras lokal akan semakin tinggi.
"Beras plastik yang dicampur adalah beras jenis medium yang harganya diatas Rp 8.000 per kg. Sementara beras dengan kualitas yang tidak bisa diserap Bulog karena kadar airnya tinggi akan dipilih. Sebab, meski kualitasnya dibawah rata-rata namun beras tersebut aman dan bukan dari plastik," papar Winarno pada Minggu (24/5/2015).
Ia menjelaskan, masyarakat akan lebih memilih beras dengan kualitas rendah ketimbang beras medium. Beras medium bewarna putih dan terlihat bagus membuat kekhwatiran masyarakat untuk mengkonsumsinya. Karena kekhawatiran beras tersebut adalah beras palsu.
Sebagaimana dilansir, temuan beras plastik yang telah diteliti Pengujian laboratorium Sucofindo menyimpulkan, beras itu mengandung bahan pelentur plastik (plastiser) agar mudah dibentuk seperti Benzyl Butyl Phtalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl Phtalate (DEHP) dan Diisononyl Phtalate (DNIP). Ketiga senyawa telah dilarang di dunia internasional untuk dicampur ke produk makanan.
Penulis: Mona Tobing