TRIBUNNEWS.COM - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika beberapa waktu terakhir, jadi satu di antara sejumlah poin yang disoroti Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Hatta Rajasa dalam pidatonya di acara Silaturahmi ICMI Jabar, di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (15/8/2015).
Pada keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Hatta menepis kekhawatiran, terus turunnya nilai rupiah menjadi indikasi krisis akan kembali datang seperti di awal era reformasi.
Menurutnya, situasi saat ini berbeda dari tahun 1997 silam. Namun, kondisi rupiah saat ini memang menggambarkan ekonomi saat ini tidak stabil.
“Situasinya tidak separah 1997, karena saat itu krisis bersifat multidimensi, khususnya keinginan kolektif yang tak terbendung untuk mengakhiri otoritarian. Namun bukan berarti krisis rupiah saat ini tidak bisa mengarah ke krisis yang lebih dalam, semua tergantung policy response pemerintah," ujar Hatta dalam keterangan pers, Sabtu (15/8/2015).
Hatta melihat, pelemahan rupiah saat lebih banyak disebabkan faktor eksternal, yaitu membaiknya ekonomi Amerika Serikat, kenaikan suku bunga The Fed, dan devaluasi mata uang China, Yuan.
Meski begitu bila pemerintah terlalu percaya diri, tak ada ancaman krisis sama sekali, maka hal tersebut berlawanan dengan fakta.
“Dengan membaiknya ekonomi AS dan kebijakan The Fed, maka akan berdampak pada capital outflow dari negara-negara emerging, termasuk Indonesia. Belum lagi devaluasi Yuan yang mengakibatkan currence account devisit sehingga semakin dalam menekan rupiah. Banyak indikasi bahwa krisis rupiah berdampak pada menurunnya daya beli dan melambatnya sektor ritel dan konsumsi," kata Menko Perekonomian di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini.
Ia menilai respon awal pemerintahan Jokowi-JK atas kondisi ini sudah dijalankan di atas kertas, namun tidak berjalan di lapangan karena lemahnya koordinasi.
Karena itu, Hatta Rajasa berharap reshuffle yang dilakukan beberapa waktu lalu mampu meningkatkan fungsi koordinasi Kabinet Kerja, sehingga kebijakan presiden bisa dijalankan.
Mantan Ketua Umum PAN itu menambahkan, solusi yang harus diambil dalam jangka pendek oleh pemerintah untuk mengatasi krisis adalah dengan menjaga momentum pertumbuhan.
“Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya faktor penopang ekonomi, namun bila angka pertumbuhan terlalu rendah, lapangan kerja juga makin sempit," ujarnya.
Adapun solusi untuk menolong masyarakat bawah yang terimbas pelemahan rupiah, menurut Hatta, perlu adanya intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Di antaranya pemerintah perlu membuat terobosan melalui keep buying strategy. Apa itu? pemerintah perlu menjaga kemampuan daya beli masyarakat bawah agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya," ujarnya.
Ia menjelaskan, caranya agar daya beli tetap terjaga salah satunya dengan menghapus pajak untuk mereka yang berpendapatan rendah, misalnya Rp 3 juta ke bawah, agar daya beli tidak tergerus.
Selain itu penguatan sistem pelayanan investasi yang berorientasi mengurangi high cost akan dapat mencegah capital outflow. Selain itu Hatta Rajasa menekankan, semua elemen bangsa harus bersatu, berhenti bertikai dan bekerja keras.
"Hanya dengan itu krisis akan lebih cepat kita lalui dan kita masih bisa merawat optimisme akan adanya perbaikan di masa depan," katanya.