News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

FinTech Indonesia Lahir Saat Investor Digital Global Sedang Berpesta di Tanah Air

Penulis: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

"Artinya kalau investor tertarik melihat bisnisnya, saya melihat masyarakat juga memperoleh manfaat dari teknologi ini. Ini sesuatu yang mau tidak mau terus berkembang dan membuka banyak peluang," katanya.

Dalam hal finansial inclusion, Darmin mengatakan bahwa perkembangan fintech ini dapat menyentuh kalangan usaha kecil dan menengah untuk mencari pembeli, termasuk yang berada di luar negeri. Dengan demikian, ekspor bisa didorong dan ekonomi bisa tumbuh.

Adapun pemerintah, melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dapat mendukung perkembangan financial inclusion melalui peraturan yang solid. BI akan berfokus ke sistem layanan sedangkan OJK akan melihat produk bank. "Apapun akan diatur, termasukbranchless banking. Kita jangan menghambat," katanya.

Memang, Financial inclusion merupakan tantangan global. Data Bank Dunia memperkirakan di tahun 2015, masih ada sekitar 2 miliar orang yang belum memiliki rekening bank (unbanked).

Dan Indonesia masih menjadi bagian dari tantangan ini. Di tahun 2014, cuma 36% warga Indonesia berumur 15 tahun ke atas yang tercatat memiliki rekening bank dan keuangan. Angka ini tergolong salah satu yang paling rendah di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Persoalan serupa, Karaniya menambahkan, juga membelit dunia investasi di Indonesia. Tingkat penetrasi dan literasi investasi masih teramat rendah.

Dibandingkan negara-negara lain, nilai dana kelolaan (asset under management) reksa dana di Indonesia cuma sekitar 2% dari PDB. Padahal, di Amerika Serikat total AUM sudah mencapai 82% PDB, Malaysia 49,6%, Thailand 20,3%, dan Filipina 19,5%. Apalagi, janganlah dibandingkan dengan Singapura, yang sudah mencapai hampir 500% dari PDB.

Jumlah investor reksa dana di Indonesia pun masih sangat sedikit. Jumlahnya kini, menurut data OJK, diperkirakan baru sekitar 162 ribu orang. Artinya, ini cuma sekitar 0,07% dari total populasi; jauh tertinggal dibandingkan AS yang telah mencapai 85%, Malaysia 51%, dan bahkan Thailand yang sudah 2,2%.

Karena itu, Karaniya menekankan, teknologi finansial menawarkan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan ini. “Bukan hanya ibarat Maserati yang mengkilat, fintech juga sejatinya adalah pedati yang teramat penting untuk financial inclusion, untuk menghantarkan sebagian masyarakat kita supaya segera masuk ke dalam sistem keuangan modern.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini