TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom dari INDEF Enny Sri Hartati menilai industri tembakau harus diberikan insentif di tengah ancaman krisis ekonomi saat ini.
Enny pun menyayangkan jika industri tembakau yang banyak memberikan pemasukan negara justru diberatkan dengan kenaikan cukai 23 persen dan banyak pertentangan dengan alasan merusak kesehatan.
"Industri hasil tembakau strategis saat ini, dapat pertentangan dari aktifis kesehatan yang merokok sangat berbahaya, padahal industri ini kita masih butuhkan," ungkap Enny di kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (22/9/2015).
Enny berharap pemerintah lebih menghargai kinerja industri tembakau saat ini sebagai penolong perekonomian negara. Jika dibebankan dengan target cukai yang berat, otomatis akan menurunkan pertumbuhan ekonomi saat ini.
"Kalau industri diganggu terus bagaimana mampu berperan jadi industri strategis," ungkap Enny.
Enny membandingkan data terakhir dalam Rancangan APBN 2014 ditargetkan 9,8 persen dari total pemasukan negara. Namun dalam realisasinya Industri Hasil Tembakau hanya meraih 9,1 persen.
Enny memaparkan meski tidak mencapai target namun angka tersebut sudah sangat tinggi. "Pemasukan cukai data terakhir 9,8 di RAPBN realisasinya 9,1 persen itu pun sangat tinggi dibandingkan pajak penghasilan dari sektor migas," papar Enny.