TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyimpulkan banyak keanehan dalam audit forensik Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Enny menilai masyarakat akan bingung dengan drama yang dipertontonkan pejabat publik mengungkapkan Petral saat ini.
"Audit Petral terjadi banyak hal, kejanggalan apa lagi, dramatisasi apalagi," ujar Enny, di diskusi Energi Kita, gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (15/11/2015).
Enny memberi contoh audit Petral yang hanya memeriksa operasional dari tahun 2012 sampai 2014.
Enny pun bingung keputusan pemerintah kenapa tidak memeriksa transaksi anak usaha Pertamina sampai 10 tahun ke belakang sekaligus.
"Kenapa tahunnya dipersis-persisin, 2012 sampai 2014, kenapa enggak dilanjutin terus ke belakang," ungkap Enny.
Enny mengaku bingung dengan pernyataan Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soejipto yang mengatakan ada pegawai yang tak mau kerjasama membuka informasi soal Petral.
Melihat hal tersebut, Enny berharap Dwi bisa segera bertindak tanpa harus menunggu perintah dari auditor atau menteri.
"Statement mengganggu, pegawai Pertamina tidak kooperatif dengan auditor. Padahal Pertamina bagian dari pak Dwi sendiri. Jadi banyak pertanyaan," papar Enny.
Enny menambahkan, Menteri ESDM Sudirman Said sudah mengeluarkan angka kerugian dari Petral sebesar Rp 20 triliun.
Menurut Enny, Sudirman tidak berhak membuat pernyataan seperti itu, karena hal tersebut adalah tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Menteri ESDM bilang ada potensi kehilangan Rp 20 triliun, yang berhak bilang kerugian BPK. Padahal kata BPK tidak ada apa-apa," kata Enny.(*)