TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi DKI Jakarta tumbuh 5,88 persen sepanjang 2015. Namun, BPS juga mencatat terjadi pelambatan ekonomi di ibukota negara Indonesia ini sejak 3 tahun terakhir.
Ir, Dwi Paramita Dewi, ME, Bidang Neraca Wilayah & Analisis Statistik BPS menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta terjadi pada seluruh lapangan usaha. Sektor jasa keuangan merupakan sektor lapangan usaha yang tumbuhan paling tinggi, sebesar 10,72 persen.
Kemudian diikuti sektor informasi dan komunikasi sebesar 10,07 persen dan trasnportasi pergudangan sebesar 8,99 persen.
Dalam publikasi hasil riset terbarunya, BPS menyebutkan, perekonomian Jakarta tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1 983,42 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp 194,87 juta atau 14,57 ribu dolar AS.
BPS juga menyebutkan, ekonomi Jakarta tahun 2015 tumbuh 5,88 persen, melambat dibanding tahun 2014 sebesar 5,91 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa keuangan sebesar 10,72 persen.
Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga sebesar 5,04 persen.
Di triwulan IV-2015, bila dibandingkan triwulan IV-2014 alias secara year on year (y-on-y) ekonomi DKI Jakarta tumbuh sebesar 6,48 persen lebih cepat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,16 persen.
Sementara, jika dibandingkan dengan triwulan III-2014, ekonomi Jakarta di triwulan IV-2014 tumbuh 1,67 persen.
"Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa keuangan (5,13 persen), dan dari sisi komponen pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh konsumsi pemerintah atau 34,92 persen," sebut Dwi Paramita.
BPS juga menyebutkan, struktur perekonomian Jakarta tahun 2015 didominasi oleh tiga lapangan usaha dengan kontribusi utama.
Yaitu, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 16,65 persen, industri pengolahan sebesar 13,84 persen dan konstruksi 13,16 persen.
Dari sisi komponen pengeluaran kontribusi tertinggi dicapai oleh pengeluaran konsumsi rumahtangga (58,38 persen) dan pembentukan modal tetap bruto (40,77 persen).