TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besaran iuran Tabungan perumahan Rakyat (Tapera) menjadi salah satu hal krusial dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Tapera.
Ketok palu RUU itu rencananya dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Maret 2016 nanti.
"Dalam RUU Tapera nanti besaran iuran yang dibebankan untuk pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Maurin Sitorus, di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Besaran itu dianggap membebani sebagian besar pengusaha yang tergabung di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Menurut mereka, beban itu terlalu besar mengingat saat ini para pelaku usaha sudah dibebankan biaya 10,24 persen hingga 11,74 persen dari penghasilan mereka untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
Menanggapi hal itu, pemerintah berencana tidak memasukkan besaran iuran Tapera ke dalam RUU Tapera.
"Mengenai besaran simpanan, pemerintah mengusulkan supaya besaran simpanan diatur dalam peraturan pemerintah (pp) sehingga pemerintah punya fleksibilitas untuk mengatur dengan mempertimbangkan secara hati-hati," sebut Maurin.
Lebih lanjut Maurin mengatakan jika usulan besaran dari pemerintah akan dilihat dan dibicarakan secara komprehensif bersama dengan Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan melibatkan pemangku kepentingan agar mendapatkan yang terbaik.
Selain besaran iuran, hal krusial lainnya dalam RUU Tapera ini menurut Maurin adalah pengalihan Badan Pertimbangan Tabungan perumahan (Bapertarum) masuk ke dalam Badan Pengelola Tapera (BPTapera).
Penulis: Ridwan Aji Pitoko