TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diam-diam, Indonesia memiliki banyak angel investor yang telah berkiprah menyokong dan membantu mewujudkan ide para generasi muda dalam mengembangkan perusahaan rintisan digital atau startup.
Siapa saja mereka?
Pertama, Shinta Dhanurwardoyo atau dikenal Shinta Bubu, perintis perusahaan internet di Indonesia.
Shinta mengaku sudah berperan sebagai angel investor di banyak startup. Ada startup-nya yang masih bertahan, tapi ada juga startup yang sudah mati.
Saat ini Shinta mengaku menjadi angel investor di startup Catfiz (aplikasi messaging dan sosial media), Kartoo (financial technology-dalam proses inkubasi), DreadOut (aplikasi game horor), dan DewaNation (social networks berbasis negara).
“Saya tidak hapal nama-namanya, karena banyak sekali. Semua menggunakan uang pribadi (personal money), karena saya memiliki minat dan passion di startup,” ujar Shinta.
Tak puas sendiri, akhir 2015 Shinta membentuk klub angel investor yang dinamakan Angel-eQ Network.
Jaringan angel investor ini terdiri dari 15 pengusaha pendiri, antara lain Adi Sariaatmadja (SCTV Group), Budi Sadikin (mantan Dirut Bank Mandiri), Emil Abeng, Erick Thohir (pemilik Mahaka Group), Erik Meijer, Harry Nugraha, dan Tony Fernandes (CEO Air Asia).
Baru-baru ini, klub 15 angel investor ini melakukan pitching terhadap ratusan startup yang berminat didanai.
“Saya katakan ini klub, karena kami mempunyai minat yang sama terhadap startup. Visi kami adalah aktif menciptakan perusahaan teknologi Indonesia yang besar sekali dengan skala global,” ujar dia.
Kedua, Victor Fungkong, pendiri sekaligus chief executive officer (CEO) PT Indonusa Dwitama, perusahaan yang bergerak di bisnis teknologi informasi dan internet, jasa keuangan, sumber daya mineral, dan energi.
Di bisnis teknologi informasi dan internet, Indonusa memiliki saham di Tokopedia.com, Docotel.com, dan lain-lain.
Victor juga bisa dikatakan founder Tokopedia. Selain mendanai di tahap-tahap awal Tokopedia pada periode 2009-2010, dia juga aktif memberikan ide-ide dan hasil risetnya kepada William Tanujaya dan Leontinus Alpha Edison, saat Tokopedia masih berupa ide.
Maklum saja, Victor sudah berpengalaman di bisnis internet dengan membangun startup sejak 2000 di Amerika Serikat. Sementara sejak 2007 William dan Leon adalah karyawan Indocom Group, kelompok usaha milik Victor.
Kemudian Victor, Leon, dan William mendirikan Tokopedia, yang pendaftaran hak merek Tokopedia dilakukan sendiri oleh Victor pada Desember 2008 hingga Tokopedia berdiri sebagai perusahaan pada Februari 2009.
Operasional dipercayakan kepada Leon dan William yang secara profesional digaji di Tokopedia.
Pada 6 Februari 2009, Victor mendirikan akta perusahaan PT Tokopedia dan menyatakan siap berinvestasi sendiri di Tokopedia.com (bootstraping), saat Tokopedia tidak berhasil mendapatkan investor.
Berdasarkan akta perusahaan PT Tokopedia, Victor berkomitmen investasi Rp 2,4 miliar sehingga memiliki saham sebesar 80 persen di Tokopedia.
Sisanya dimiliki oleh William dan Leontinus, masing-masing 10 persen, padahal keduanya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.
Selain mendanai Tokopedia di tahap awal, Victor juga membantu operasional Tokopedia hingga masuk East Ventures sebagai investor pertama Tokopedia pada Januari 2010.
Seperti dalam hal ide, strategi, bisnis model, masalah legal, keuangan, bank, akuntansi, perpajakan, dan pemilihan mitra strategis seperti dengan East Ventures.
Berkat Victor, di awal-awal usaha, Tokopedia mendapat bantuan sumber daya manusia yang berasal dari karyawan PT Indonusa yang mengurusi masalah operasional seperti keuangan, akuntansi, dan legal.
Ketiga, Danny Oei Wirianto, Chief Marketing Officer GDP Venture, perusahaan modal ventura lokal milik Djarum Group.
Danny mengaku menjadi angel investor di startup seperti Kaskus (Indonesia), Carousell (Singapura), serta Ryce dan Eaze, keduanya berbasis di Amerika Serikat.
Dengan pengalaman 20 tahun di dunia internet, Danny berani menginvestasikan personal money-nya.
Meski tidak menyebutkan secara spesifik, Danny memperkirakan dana yang dikucurkan angel investor berkisar Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar, tergantung kondisi keuangan si angel investor.
“Keuntungan menjadi angel investor adalah apabila sebuah startup berhasil ke pendanaa series A, B atau selanjutnya, kita bisa melihat kenaikan yang signifikan dari value seed investment kita di startup.
Namun, angel investor juga lebih berisiko tinggi, keberhasilan dari satu startup belum pasti dan kebanyakan mati sebelum pendanaan berikutnya,” ujar Danny yang pernah membuat startup, antara lain Mindtalk.com, SemutApi Colony, dan MerahPutih Inc.
Keempat, Sugiono Wiyono, CEO PT Trikomsel Oke Tbk. Nama ini terkenal, karena banyak membantu entrepreneur muda yang baru membangun usaha di indistri digital Indonesia.
Beberapa investasi Sugiono antara lain Kapanlagi Network dan Mig33 yang kini berubah nama menjadi Migme.
Pada 2011, Sugiono antara lain bersama Andi S Boediman mendirikan Ideosource, perusahaan modal ventura lokal, dengan dukungan investor dari Indra Widjaja (Sinarmas Group).
Hingga kini 22 startup telah mereka danai, antara lain 8wood (online fashion), Saqina (e-commerce), aCommerce, Orori (e-commerce), dan FemaleDaily (online media).
Kelima, Amir Sambodo lewat payung TeknoVentura. Bekas CEO Berau Coal ini tidak hanya investasi di startup teknologi digital, tapi juga teknologi lebih luas seperti pembangkit listrik.
Startup yang sudah dibantu, antara lain T-files (vendor turbin pembangkit listrik tenaga arus laut), GNFI (media massa dengan platform sosial media), Bitread (platform penerbitan digital), Nuesto (software house untuk platform antrean online dan sosial media untuk masjid), beberapa startup dengan basis web.
Menurut dia, investasi yang sudah dikeluarkan berkisar Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.
Seluruh startup yang didanai TeknoVentura berkembang cukup baik sesuai dengan skala bisnis di setiap sektor usahanya.
“Kami tidak mengukur kecepatan payback period karena lebih mengutamakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Yang jelas mereka semua berkualitas,” kata dia.
Keenam, Elisa Lumbantoruan, mantan direktur PT Garuda Indonesia Tbk.
Elisa mengaku menjadi angel investor, tapi kurang serius karena berhenti sejak 2014. Namun, Elisa menolak menyebutkan nama-nama startup yang dibantu.
Yang jelas, beberapa startup telah tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai harapannya.
“Beberapa startup saya bantu. Dananya tidak besar, sekitar Rp 25 juta hingga Rp 50 juta. Yang lebih signifikan sebenarnya bantuan pemikiran, seperti mentoring atau advisory,” kata dia.
Ketujuh, beberapa angel investor menggabungkan diri mereka dalam jaringan yang dinamakan Angel Invesment Network Indonesia (Angin).
Sebut saja Shinta Kamdani, CEO Sintesa Group, Diono Nurjadin (CEO Cardig International), Izak Jenie (Direktur 7-Eleven Indonesia), dan lain-lain.(Aprillia Ika)