News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Utang Indonesia Rp 3.420 Triliun, KEIN: Masih Aman

Penulis: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hingga awal tahun 2016, utang pemerintah masih berada dalam posisi sangat aman, baik secara ekonomi maupun ketentuan regulasi yang telah ditetapkan.

Sampai April 2016, data Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB ada di angka 27%, jauh di bawah ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Regulasi tersebut menetapkan bahwa batas maksimum rasio utang terhadap PDB adalah 60%. Sedangkan Total utang Indonesia 2016 berjumlah Rp 3.429 triliun.

Bahkan, Arif menegaskan, jika jika dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio utang Indonesia terhadap PDB juga masih sangat rendah. Bahkan terhadap Filipina, Malaysia, maupun Thailand. Apalagi dibandingkan dengan negara-negara maju yang rasio utangnya jauh lebih tinnggi, seperti Amerika Serikat maupun Jepang yang berada di atas 100%.

“Cara paling baik melihat utang pemerintah tentu bukan nominalnya, sehngga tidak terjadi sesat paham,” papar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) Arif Budimanta di Jakarta, Rabu (1/6/2016). Dia menegaskan, “standar yang berlaku umum adalah dengan cara membandingkan utang dengan kemampuan kita membayar, seperti ditunjukan melalui rasio antara utang dengan PDB itu.”

Lebih lanjut Arif menegaskan bahwa utang Pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk membiayai defisit APBN, penyediaan arus kas jangka pendek, dan refinancing utang lama. “Dan yang terpenting, pengelolaan utang tersebut untuk tujuan yang produktif,” tegasnya.

Hingga April 2016, data Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa dari total pinjaman pemerintah, proporsinya adalah sebagai berikut: Pinjaman Proyek sebesar 49%, Pinjaman Program 47%, dan Pinjaman Dalam Negeri 5%. “Itu menunjukan bahwa utang pemerintah sebagian besar masih untuk Proyek (pembangunan infrastruktur),” papar Arif.

Bahkan kalau dilihat dari data tahun 2015, proporsinya adalah: Pinjaman Proyek mencapai 81%, Pinjaman Program 15%, dan Pinjaman Dalam Negeri 4%. Sedangkan tahun 2014: Pinjaman Proyek mencapai 65%, Pinjaman Program 33%, dan Pinjaman Dalam Negeri 2%.

Bagian penting yang perlu dicatat, Arif mengungkapkan ada beberapa hal. Pertama, meminimalkan biaya utang dengan tingkat risiko yang semakin terkendali. Kedua, menganut prinsip tidak ada agenda politik yang dipersyaratkan oleh pihak kreditor.

Ketiga, mencari utang dengan persyaratan lunak (jangka panjang, biaya relatif ringan), terutama dari multilateral dan kreditor bilateral (G to G).

Selain itu, katanya, penerbitan SBN diutamakan berasal dari pasar dalam negeri dalam bentuk SBN rupiah. Hal itu dilakukan, antara lain demi mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN. “Dengan begitu, pemerintah juga ikut membantu pengelolaan likuditas pasar,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini