TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Inisiatif dari Komisi I DPR RI untuk memanggil dan meminta keterangan dari semua operator terkait isu penurunan tarif interkoneksi perlu diapresiasi.
Peran DPR untuk memperjuangkan kebijakan pro-rakyat dalam hal penurunan tarif interkoneksi mesti didukung semua pihak.
CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli menyampaikan apresiasi atas inisiatif Komisi 1 DPR RI untuk memanggil dan meminta keterangan dari semua operator terkait isu penurunan biaya interkoneksi.
“Kami percaya bahwa DPR akan senantiasa memperjuangkan kebijakan pro-rakyat dan terus mendorong industri untuk menjadi lebih efisien sehingga infrastruktur telekomunikasi akan tersebar secara merata dengan harga terjangkau,” ujarnya di Jakarta, Jumat (26/8/2016).
Menurut dia, penurunan biaya interkoneksi berperan penting dalam penciptaan iklim kompetisi yang sehat, mengurangi hambatan bagi pelaku, serta memacu industri untuk terus berusaha menjadi lebih efisien.
“Indosat berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam membantu pemerintah mencapai target pembangunan pita lebar Indonesia,” paparnya.
Sejumlah pengamat dan praktisi telekomunikasi juga mendukung kebijakan penurunan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26 persen.
Keputusan pemerintah itu merupakan kebijakan pro-rakyat yang wajib didukung semua pihak termasuk DPR dan adanya kebijakan tersebut, rakyat bisa menikmati telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau.
Menurut Chairman Mastel Institute, Nonot Harsono, dalam Undang-Undang No 36 Tahun 1999 Pasal 25 dan PP No 52 thn 2000 Pasal 20-25 dijelaskan, interkoneksi adalah kewajiban bagi setiap network operator untuk saling menyambung jaringannya satu sama lain.
Hal ini bertujuan menjamin hak masyarakat untuk bisa saling menelepon dari dan ke operator yang manapun.
“Dengan interkoneksi yang tidak dihambat, masyarakat bisa bebas untuk memilih menjadi pelanggan dari operator yang mana saja, sehingga persaingan pelayanan bisa terjadi,” ujarnya.
Nonot menilai karena interkoneksi bisa digunakan untuk menghambat persaingan, maka negara hadir dengan mewajibkan interkoneksi.
Jadi interkoneksi ini bukan jenis layanan atau tidak termasuk jenis jasa telekomunikasi.
Ia menegaskan masyarakat berhak menuntut pengurangan biaya interkoneksi dan meminta pula penurunan tarif off-net kepada semua operator, jika ternyata tarif yg diterapkan berlipat lebih tinggi daripada hasil perhitungan pemerintah/regulator.
Utamanya masyarakat luar Jawa yang merasakan adanya perbedaan tarif layanan, karena satuan biaya produksi yang berbeda. Saudara-saudara kita masyarakat di luar Jawa ingin juga biaya murah telepon seperti warga di Jawa.
“Dengan demikian, keputusan penurunan tarif interkoneksi hasil perhitungan pemerintah sebesar Rp 204 perlu segera diberlakukan dan kalau bisa diturunkan lagi,” jelasnya.